Jumat, 27 Mei 2016

Kembali Mencoba Berkontribusi

Bismillahirrohmanirrohiim..
Alhamdulillah setelah sekian tahun meninggalkan blog ini dalam kesepian, insya Allah mulai sekarang akan aktif kembali menulis. Walaupun mungkin ga bisa setiap hari. Tapi cara menulis kembali efektif untuk belajar sebelum UAS.

Uas??

Ya, Alhamdulillah, Allah nekatkan tekad saya untuk lanjut S2, walau berpeluh-peluh jarak Tangerang-Sentul setiap Sabtu Sepertiga Malam saya langkahkan kaki dengan bismillah dan ridho orang tua saya, yang meski berat, tapi yakin ini untuk masa depan saya dan keluarga saya.

Semester 2 saya di STEI TAZKIA hampir berakhir ditandai dengan UAS, pekan ini. Semoga tidak terlambat membagi ilmu di bangku ini.

Selain itu, baru saja berumur kurang dari sebulan saya menjalani bisnis on lin Syariah, yang saya namai Modesty Awesome. Cuma modal niat, niat hunting barang di ig orang, niat buat medsos khusus buat jualan, niat ngedit2in foto nulis kode barang dan harga, niat nulis caption yg chick dibaca dan milih hastag # yang beda. Misalnya #PengusahaMuslimBeriman
#PenguasaMuslimBeriman
#PemimpinMuslimBeriman
#EkonomiSyariah
#EkonomiIslam
#EkonomiUmat
#EkonomiKuat
#Maslahah
#Falah
#MaqoshidSyariah

Aaahhh dahsyaaatt kan? , saking dahsyatnya hastag kek gitu diberi keterangan sama ig nya 'belum dibuat' mungkin maksudnya belum bisa jadi trending topic soalnya baru beberapa postingan belum sampe ribuan, yah maklum yg posting juga baru saya (mungkin) hiks..

By the way, tagline Modesty Awesome gw adalah Berbisnis Belajar Berbagi. Yang bisa diartikan kata perkara atau dalam satu kalimat utuh.

Well..
Udah jam 7 lewat. Gw harus kembali menjadi karyawan yang baik. Gw kerja dulu.

Selasa, 15 Januari 2013

Manajemen Resiko Bank Syariah

Manajemen resiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

Proses Manajemen Resiko

  1. Mengidentifikasi yaitu mengidentifikasi resiko apa saja yang mungkin terjadi. Dengan cara mengumpulkan informasi yang berkaitan dengna aspek/unsur/pihak yang berhubungan dengan suatu keadaan.
  2. Mengukur yaitu mengacu pada hasil identifikasi dari informasi yang teah dikumpulkan dapat dilihat dan diukur besarnya resiko yang mungkin terjadi dengan return yang akan diterima. Pada aspek ini dapat dilihat dari biaya, waktu dan kompetensi.
  3. Mengendalikan (Mitigasi) yaitu agar resiko yang mungkin terjadi dapat diminimalisir maka jangan hanya bergantung pada suatu penyelesaian masalah saja , tetapi perbanyak membaca, diskusi agar menemukan banyak cara dalam memitigasi resiko tersebut.
  4. Memantau dan Melaporkan yaitu dengan memitigasi, bukan berarti resiko tersebut hilang sama sekali, kemungkinan-kemungkinan munculnya resiko lain masih akan terjadi, oleh karena itu, sangat dibutuhkan pemantauan rutin dan pelaporan agar ketika mulai ditemukan tanda-tanda munculnya resiko, resiko itu masih bisa diminimalisir agar tidak menjadi besar.
Tujuan Manajemen Resiko Bank yaitu untuk menjaga agar seluruh aktifitas operasonal bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

Manfaat Manajemen Resiko
  • Nilai Pemilik Saham meningkat atau perusahaan mendapat keuntungan
  • Menyediakan profil resiko bank saat ini juga masa depan
  • Metode dan proses pengambilan keputusan sistematik yang baik
  • Pengukuran kinerja bank relatif tepat
  • Manajemen permodalan yang ekonomis
Pelaksana Manajemen Resiko
  1. Dewan Komisaris meminta pertanggungjawaban dari dewan direksi atas kinerja usaha nya
  2. Dewan Direksi meminta pertanggung jawaban dari para manajer dalam mengelola bagian-bagian yang ditanganinya untuk dipertanggungjawabkan kepada dewan komisaris
  3. Manajer memantau staff-staff nya, menyelesaikan masalah yang terjadi untuk dilaporkan kepada dewan direksi
Jenis-jenis Resiko 

  • Resiko Pembiayaan yaitu resiko yang timbul sebaai akibat dari kegagalan debitur (nasabah pembiayaan) dalam memenuhi kewajibannya. Harapan bank adalah debitur dapat memenuhi kewajibannya tepatt waktu, karena kalau terlambat akan berpengaruh terhadap likuiditas dana di bank tersebut, selain itu juga mempengaruhi terhadap berkurangnya margin, laba dana deviden. Cara mengantisipasi resiko ini adalah dengan melakukan analisis 5C terhadap calon nasabah pembiayaan, lihat juga Sistem Informasi Debitur (SID) dari BI Checking yang akan menunjukkan apakah calon debitur ini adalah orang yang memiliki record yang baik dalam pembiayaan yang telah atau sedang dijalaninnya baik di lembaga keuangan lainnya atau bank itu sendiri, tetapi validasi keakuratan SID tersebut harus dikonfirmasi terlebih dahulu kepada nasabah yang bersangkutan.
  • Resiko Pasar yaitu resiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari protofolio (saham/surat berharga) yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank. Contohnya seperti inflasi dan krisis moneter.
  • Resiko Likuiditas yaitu resiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban bank yang tela jatuh waktu. Misalnya ketika terjadi penarikan dana besar-besaran (rush) sedangkan dana yang tersedia di bank tidak mencukupi untuk memenuhi penarikan dana tersebut. Maka bank harus mengantisipasi hal tersebut.
  • Resiko Operasional yaitu resiko yang terjadi dikarenakan tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, atau kegagaln sistem yang memperngaruhi operasional bank. Resiko ini harus diantisipasi dengan segera memperbaiki kesalahan yang terjadi agar tidak bertambah besar.
  • Resiko Hukum yaitu disebabkan kelemahan aspek yuridis karena ketiadaann peraturan perundang-undangan mendukung , atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan. Untuk resiko ini harus lebih teliti melihat keabsahan dokumen agar tidak menimbulkan kerugian kedepannya.
  • Resiko Reputasi yaitu resiko yang mungkin muncul dari adanya pemberitaan negatif di media massa baik media cetak maupun elektronik. Untuk menghadapi resiko ini segera perbaiki kekurangan yang mngkin menjadi sebab munculnya berita negatif tersebut kemudian klarifikasi untuk membersihkan nama baik perusahaan agar tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
  • Resiko Strategik yaitu resiko yang mungkin muncul dari adanya kegagalan penetapan strategi yang digunakan akibat tidak tanggapnya bank terhadap perubahan eksternal. Resiko ini menuntut bank lebih kreatif, inovatif dan kompetitif.
  • Resiko Kepatuhan yaitu resiko yang timbul akibat tidak patuhnya bank terhadap peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan resiko kepatuhan ini melalui penerapan pengendalian internal secara konsisten.
Sumber : Materi Kuliah Semester 7 Prodi Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Mata Kuliah  Manajemen resiko (2012) oleh Bapak Bainurrahman Alamsyah Mantan Dirut Harta Insan Karimah tahun1998 dan kini menjabat sebagai Dirut BPRS Berkah Ramadhan.

e-Commerce


e-Commerce adalah proses jual beli melalui media elektronik.
Keuntungan e-commerce 
Bagi Organisasi:
  • Membuat pasar nasional maupun internasional menjadi semakin mudah dicapai
  • Menurunkan biaya proses, distribusi dan pengumpulan informasi

Bagi Konsumen :

  • Akses yang sangat luas (World Wide Web) terhadap sejumlah besar produk & jasa
  • Home shopping and delivery 
Batasan e-commerce
Teknis :
  • Belum adanya standarisasi keuangan transaksi
  • Kurangnya Bandwidth untuk koneksi
  • Mahalnya biaya akses
No-Teknis :
  • Persepsi bahwa e-commerce tidak aman
  • Ketidak jelasan hukum atas transaksi yang dilakukan melalui media elektronik
Tipe-Tipe e-Commerce
  • Business to consumer yaitu penjualan produk & jasa kepada konsumen
  • Business to Business yaitu penjualan produk & jasa untuk dijual kembali
  • Consumer to consumer yaitu pembelian (biasanya ) produk untuk dijulankan kembali
  • Business to employee yaitu penjualan khusus untuk karyawan perusahaan itu sendiri 
Menurut Micheal Rappa, model bisnin e-commerce dibagi menjadi 8, yaitu :
  • Brokerage yaitu bisnis yang hanya menjadi penghubung antara penjual dengan pembeli. Seperti : Tokobagus.com dll. Pendapatan bisnis jenis ini dari biaya persentasi per transaksi
  • Advertising yaitu bisnis yang mendapatkan keuntungan dari pemasangan iklan pada account nya. Bisnis jenis ini banyak dijumpai pada blog atau website yang tingkat pengunjungnya tinggi. Pendapatan yang didapat oleh jenis usaha model ini adalah dari pemasangan iklan pada account-nya. Seperti Republikaonline.com dll.
  • Merchant yaitu model bisnis yang menampilkan produk-produk yang bukan buatannya sendiri, bisnis jenis ini saat ini sudah sangat menjamur khususnya dikalangan remaja, anak kuliahan dan ada juga yang menjadi bisnis sampingan para pegawai perusahaan.
  • Affiliate yaitu model bisnis yang hampir serupa dengan model bisnis advertising tetapi bedanya ada pada tampilan iklannya, biasanya model bisnis jenis affiliate ini langsung menghubungkan ke website perusahaan terkait, seperti iklan yang sering muncul di 4shared.com dan sejenisnya.
  • Manufacturer yaitu model bisnis yang menampilkan profile perusahaannya, menampilkan produk & jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut dengan tujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat luas mengenai perusahaannya. Biasanya perusahaan besar saja yang sudah punya web seperti Syariahmandiri.co.id
  • Community yaitu model bisnis yang biasanya mempunyai hubungan dengan perusahaan yang menjual suatu jenis produk dan jasa lalu mereka yang menjadi pelanggan setianya membuat komunitas sendiri untuk mendapatkan info dari produk2 terbaru perusahaan tersebut. Seperti GeraiDinar.com dengan DinarClub.com
  • Subscription yaitu model bisnis yang menampilkan info-info penting sehingga untuk bisa mendapatkan info tersebut kita harus terlebih dahulu menjadi member-nya untuk mendapatkan user ID dan password. Seperti jawapos.com
  • Infomediary yaitu model bisnis yang hampir sama dengan subscription yaitu memberikan info-info penting yang bisa diperoleh bagi mereka yang membutuhkan info tersebut. Seperti website pemerintahan.
Ada beberapa hal yang harus dijaga oleh para pengguna media elektronik dalam melakukan transaksi, yaitu :
Privasi yaitu kemampuan merahasiakan informasi tentang sesuatu atau seseorang atau sekelompok orang dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan sepihak.
Tipe-tipe Privasi :
  • Privasi Tempat Kerja yaitu berkenaan dengan masalah-masalah perusahaan tempat seseorang bekerja untuk tidak dipublikasikan. Seperti Internet dan Jaringan  Khusus Perusahaan, Email Perusahaan, dan Voicemail Perusahaan.
  • Privasi Pelanggan yaitu untuk dapat menjaga informasi yang berhubungan dangan data diri pelaggan.
  • Privasi Anak yaitu orang tua harus memberikan batasan-batasan situs yang boleh dikunjungi oleh anak-anaknya.
e-Kontrak yaitu kontrak yang disepakati oleh piha-pihak yang akan melakukan transaksi melalui media elektronik ini.Didalamnya terdapat penerimaan dan penawaran yang harus dikomunikasikan dan disetujui oleh pihak-pihak yang terkait.
Dasar-dasar Konmtrak :
  • Penawaran yaitu ungkapan keinginan mengajak pihak lain untuk masuk ke dalam sebuah kesepakatan dengan butir-butir dan syarat-syarat khusus.
  • Penerimaan yaitu sebuah ekspresi peneriamaan atas penawaran.
  • Pertimbangan (konsiderasi) yaitu tindakan memperhatikan apa saja yang menjadi hak, kewajiban, keuntungan, bahaya, kerugian, tanggung jawab, dalam kesepakatan tersebut.
  • Syarat-syarat kontrak yaitu hal-hal yang harus disepakati dalam kontrak
  • Kapasitas yaitu siapa saja pihak yang dianggap pantas membuat kesepakatan kontrak. Seperti anak dibawah 17 tahun yang belum menikah dan belum memiliki KTP, Orang yang mabuk dan orang yang lemah mental dianggap tidak cakap hukum tidak diperkenankan membuat kontrak sendiri, harus didampingi wali nya.
  • Formalitas Kontrak yaitu penegasan disepakatinya kontrak melalui tulisan kesepakatan.
  • Kontrak Batal dan yang Mungkin Dibatalkan yaitu kontrak yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan diawal. Seperti terjadinya wanprestasi (kecurangan salah satu pihak) atau kesalahan pengetikan pada kontrak. Kontrak yang masih bisa diperbaiki harus segera diperbaki dengan mengadakan kontrak ulang, tetapi yang sudah tidak bisa dilanjutkan maka dibatalkan dengan kesepakatan bersama.
  • Penyelesaian yaitu tahap-tahap penyelesaian masalah yang terjadi dalam kesepakatan kontrak. Hal yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalah ada beberapa cara : Musyawarah, Mediasi, Melalui jalur hukum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan terakhir Peninjauan Kembali)
Tanda Tangan Digital yaitu otentifikasi atau proses verifikasi bahawa informasi yang diberikan datang dari sumber yang terpercaya, tetapi lagi-lagi melalui media elektronik. Contoh tanda tangan digital adalah tanda tangan untuk e-KTP yaitu tanda tangan yang dilakukan pada sebuah alat dengan menggunakan electronic pen. 

Sumber : Materi Kuliah semester 7 (2012) Prodi Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Mata Kuliah e-commerce oleh Bapak Ilham Reza Ferdian mantan pegawai Bank Syariah Mandiri (marketing) dan Bank Muamalat Indonesia (Treasury) disadur dari buku Islamic e-Commerce : Terapan, Tinjauan Hukum dan Praktek Penulis : Muhammad Ma'sum Billah (Sweet & Maxwell Asia)

Minggu, 06 Januari 2013

ZAKAT DAN POLA KONSUMSI YANG ISLAMI


Mulya E. Siregar *
• Penulis adalah Peneliti Bank Senior, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah, Biro Penelitian
Perbankan, Bank Indonesia, namun pendapat penulis dalam makalah ini bukan mencerminkan pendapat
lembaga tempat beliau bekerja.
Email: mulya7@yahoo.com atau msiregar@bi.go.id

Salah satu pernyataan mantan presiden dalam pembukaan Musyawarah Kerja Nasional
I Lembaga Pengelolaan ZIS-Forum Zakat pada bulan Januari tahun silam adalah:
“Lembaga-lembaga itu masih perlu berusaha untuk menyadarkan umat Islam tentang
kewajibannya menunaikan zakat serta memberikan infak dan sedekah.” Sejalan dengan
pernyataan tersebut memang harus diakui bahwa sebagian besar umat cenderung hanya
bersedia mengeluarkan zakat fitrah, infak dan sadakah, sedangkan kesadaran untuk
mengeluarkan zakat mal belum membudaya bagi masyarakat di Indonesia. Keadaan ini
terjadi diduga karena pola konsumsi umat di Indonesia belum Islami. Pola konsumsi
masih menggunakan pola yang dikembangkan oleh Pareto bahwa manusia dalam
memaksimisasikan konsumsinya hanya berdasarkan kepentingan dunia tanpa
mempertimbangkan kepentingan akhirat. Sejanjutnya mantan presiden berpendapat
perlu dikaji kemungkinan dana zakat untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Masalahnya
dana zakat akan disalurkan pada program JPS yang mana, apakah pada program yang
memberi “kail” atau” ikan.”?
I. Pendahuluan
Setiap kali kali memasuki bulan Ramadhan yang suci, umat diingatkan kembali
akan tiga kewajiban yang tercantum dalam rukun Islam yang lima. Pada bulan Ramadhan,
umumnya ibadah sholat akan meningkat, dan umat menjalankan ibadah puasa yang
diperuntukkan bagi Allah SWT. Selanjutnya pada bulan Ramadhan, umat diingatkan akan
kewajiban mengeluarkan zakat fitrah / mal yang biasanya dilaksanakan setiap tahun pada
bulan Ramadhan yang penuh rahmah dan maghfirah.
Sangat disayangkan, kesediaan umat Islam mengeluarkan zakat umumnya masih
terbatas pada zakat fitrah, karena sebagian umat masih enggan untuk menyisihkan harta
yang bukan haknya. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa zakat mal identik
dengan pajak, sehingga kalau sudah bayar pajak, apa perlunya kita harus mengeluarkan
zakat. Pendapat lain menyatakan bahwa ada keengganan mengeluarkan zakat karena akan
memberatkan/membebani keuangan rumah-tangga, apalagi dalam keadaan krisis moneter
seperti yang terjadi saat ini. Zakat mal masih dilihat sebagai sebuah beban atau bahkan
sebagai pengeluaran yang sia-sia, bukan sebagai suatu pengeluaran konsumsi yang akan
memberikan kepuasan atau utilities.
Pada kesempatan ini, penulis mencoba membahas zakat mal dan hubungannya
dengan pola konsumsi yang Islami guna memperjelas kedudukan zakat dalam rumah2
tangga Muslim. Diharapkan melalui makalah ini, kita semua dapat menyadari bahwa
zakat bukanlah sebagai sebuah beban, melainkan sebagai sebuah pengeluaran konsumsi
yang dapat memberikan kepuasan, sehingga masyarakat Muslim akan lebih bijaksana
dalam meng-alokasikan anggaran rumah-tangganya, khususnya pada masa krisis sekarang
ini. Makalah ini diawali dengan pembahasan mengenai pengertian zakat pada bagian
kedua dan dilanjuti dengan pembahasan mengenai kedudukan rumah tangga sebagai unit
konsumer pada bagian ketiga. Selanjutnya, bagian keempat membahas pola konsumsi
yang Islami dan diakhiri dengan kesimpulan dan saran pada bagian kelima.
II. Pengertian Zakat
Zakat seperti tertulis dalam surat At Taubah ayat 103 mengandung pengertian
bahwa setiap Muslim yang mempunyai harta benda yang telah cukup nisab wajib
membersihkan harta bendanya dengan memberikan sebahagian hartanya kepada orangorang
yang berhak. Berdasarkan surat At Taubah ayat 60 ada delapan golongan umat
yang berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, rikab, ghorimin (orang
yang berhutang), fii sabilillah (orang yang berjuang karena Allah) dan ibni sabil (orang
yang dalam perantauan). Menurut Al-Shawkani (Saud, 1976) zakat secara linguistic
memiliki makna ganda yaitu pertumbuhan (growth) dan juga pembersihan
(purification). Makna yang pertama mengandung pengertian bahwa zakat akan
membawa pertumbuhan kekayaan (wealth) dan juga membawa pahala (reward) bagi
yang melakukannya. Secara singkat zakat tidak akan menurunkan kekayaan, sedangkan
makna yang kedua, zakat akan membersihkan jiwa manusia dari keinginan memiliki
kekayaan yang berlebihan.
Saud (1976) berpendapat bahwa zakat dikenakan pada semua kekayaan yang
memiliki nilai (market value). Menurut Saud fungsi zakat adalah satu cara untuk
mencegah penimbunan (hoarding) harta yang dapat mengakibatkan adanya idle
wealth. Sehingga dianjurkan untuk menempatkan resources-nya dalam bentuk aset
yang produktif yaitu dana yang ditempatkan di bank atau institusi yang dikontrol
pemerintah. Bila rumah-tangga melaksanakan hal ini, maka yang bersangkutan
dibebaskan dari zakat, karena resources yang dimiliki berputar terus di dalam
perekonomian yang dapat memberi manfaat bagi produser maupun konsumer.
Sedangkan Kahf (1976) dan Faridi (1976) berpendapat bahwa yang dikenakan
zakat adalah harta bersih atau networth atau harta setelah dikurangi kewajiban (aset
setelah dikurangi liabilities). Pada dasarnya Kahf dan Faridi melihat fungsi zakat sama
dengan yang diajukan oleh Saud, zakat diharapkan akan meningkatkan investasi atau
financial resourses / assets atau harta yang produktif. Bila seseorang menabung dalam
bentuk perhiasan / precious metal, tabungan ini tidak produktif, maka zakat secara berangsur-
angsur akan mengurangi net saving atau networth yang bersangkutan. Sehingga
zakat akan men-discourage seseorang untuk menimbun harta yang tidak produktif,
namun akan merangsang orang untuk memutarkan hartanya pada kegiatan produktif atau
menabung dalam bentuk harta yang produktif. Sehingga zakat akan merangsang orang
untuk giat bekerja, karena kalau tidak, lambat laun networthnya akan mengecil karena
dipergunakan untuk membayar zakat. Dengan giat bekerja dan mengkonsumsi secara
bijaksana akan menghasilkan pertumbuhan networth, sejalan dengan pendapat Al-
Shawkani bahwa zakat dapat memiliki arti pertumbuhan.
3
Dengan mempertimbangkan pendapat-pendapat tersebut dan dengan
perkembangan personal finance masyarakat di dunia barat maupun Islam yang
umumnya memiliki aset maupun liabilities secara bersamaan, maka tulisan ini akan
menggunakan pengertian bahwa zakat mal yang harus dikeluarkan berdasarkan networth
yang telah melampaui nisabnya. Selain dari pada itu networth lebih mencerminkan
tingkat kekayaan sebuah rumah tangga, dibandingkan bila tingkat kekayaan diukur
hanya dengan aset.
III. Kedudukan Rumah-tangga Sebagai Unit Konsumer
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh umat Islam
bila yang bersangkutan telah mampu melaksanakannya. Zakat adalah bagian dari
resources yang dimiliki oleh sebuah rumah-tangga (household) yang harus disisihkan
untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat yang berhak menerimanya.
Dalam makalah ini, rumah-tangga meliputi single household, janda/duda dengan anak
dan married couple (dengan ataupun tanpa anak). Rumah-tangga merupakan salah satu
subyek ekonomi yang bersama-sama dengan pemerintah dan business sector (perusahaanperusahaan)
berperan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Setiap subyek
memiliki tujuan masing-masing, pemerintah bertujuan untuk memaksimisasikan wealth
of society, sedangkan perusahaan bertujuan untuk memaksimisasikan keuntungan dan
dilain pihak rumah-tangga memiliki tujuan memaksimisasikan utility atau satisfaction.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing subyek dalam mencapai tujuantujuan
tersebut dapat saling bertentangan sehingga kemaslahatan umat sulit untuk dicapai.
Sampai dengan periode pertengahan tahun 1960, sebuah rumah-tangga
cenderung dipandang hanya sebagai consumer unit. Pada pertengahan 1960 an
lahirnya theory of allocation of time yang diajukan oleh Gary Becker dari University of
Chicago menyadarkan masyarakat bahwa rumah-tangga tidak hanya sekedar consumer
unit tapi juga menjadi producer unit karena allocation of time yang dilakukan oleh
anggota rumah-tangga untuk bekerja di dalam maupun diluar rumah-tangga merupakan
production activities. Pekerjaan rumah-tangga atau household activities merupakan
kegiatan produksi didalam rumah tangga yang dapat mendatangkan penghematan
maupun earning, sedangkan pekerjaan diluar rumah-tangga merupakan kegiatan produksi
di labor market yang mendatangkan earning.
Pembahasan zakat dari sisi ekonomi rumah-tangga Muslim dalam makalah ini
hanya ditinjau dari sisi consumer unit atau unit konsumer dan makalah ini mencoba
membahas bagaimana sebuah rumah-tangga harus berprilaku dalam mencapai
kemaslahatan umat. Intinya adalah bagaimanakah sebuah rumah-tangga Muslim bertindak
memaksimisasikan utility-nya sebagai sebuah consumer unit dan pada saat yang
bersamaan memenuhi kewajibannya sebagai umat Islam untuk menyisihkan resources
yang dimiliki untuk kepentingan zakat.
IV. Pola Konsumsi Yang Islami
Dengan memperhatikan keterbatasan sumber pembiayaan, sebuah rumah-tangga
dalam memenuhi kebutuhannya dihadapkan dengan berbagai pilihan. Pilihan-pilihan ini
dapat berupa kombinasi tingkat konsumsi antara barang pertanian dan industri, atau
4
antara konsumsi saat ini dan saat mendatang. Kombinasi dari dua macam barang
(termasuk jasa) yang memberikan tingkat kepuasan yang sama digambarkan oleh Pareto
dalam kurva indiferensi (indifference curve), yaitu kurva yang berbentuk garis lengkung
yang mewakili kombinasi dari dua macam barang. Sedangkan keterbatasan sumber
pembiayaan diwakili oleh keterbatasan pendapatan digambarkan dalam garis anggaran
(budget line). Oleh karena itu pencapaian maksimum utility/kepuasan dari sebuah rumahtangga
tergantung bagaimana sebuah rumah-tangga menentukan pilihannya dengan
memperhatikan anggaran yang dimilikinya. Menurut Pareto, kepuasan maksimum akan
dicapai pada saat garis anggaran (A) bersinggungan dengan kurva indiferensi (I), dalam
hal ini pada titik E (Gambar: Kurva Indiferensi dan Garis Anggaran). Area dibawah garis
anggaran adalah feasible area atau area yang mewakili kombinasi-kombinasi kedua
barang yang dapat dicapai oleh sebuah rumah-tangga.
Dengan menggunakan kurva indiferensi yang dikembangkan oleh Pareto sebuah
rumah-tangga memenuhi kebutuhan akan barang-1 dan barang-2 dengan memperhatikan
anggaran yang dimilikinya. Berdasarkan Pareto, barang-1 dan barang-2 merupakan
barang-barang yang dibutuhkan oleh rumah-tangga saat ini pada waktu mereka hidup di
dunia fana tanpa mempertimbangkan kehidupan setelah mati (the hereafter). Sedangkan
bagi rumah-tangga Muslim, pencapaian maksimum utility, tidak hanya
mempertimbangkan barang-barang yang dikonsumsi saat ini dan langsung dirasakan saat
ini, namun juga mempertimbangkan konsumsi barang-barang saat ini yang dapat
dirasakan manfaatnya saat ini maupun dibelakang hari setelah mati. Oleh karena itu kurva
indiferensi dalam rumah-tangga Muslim merupakan kombinasi dari barang-1 (merupakan
barang-barang yang dikonsumsi saat ini dan manfaatnya dapat dirasakan sekarang
maupun dibelakang hari) dan barang-2 (merupakan barang yang dikonsumsi saat ini dan
juga dirasakan manfaatnya saat hidup di dunia ini). Dalam pembahasan ini pengertian
konsumsi tidak terbatas pada pengertian bahwa konsumsi sesuatu barang hanya untuk
kepentingan jangka pendek atau kenikmatan sesaat, namun konsumsi dalam makalah ini
juga dapat berarti investasi, yaitu kegiatan yang dapat membawa nilai tambah pada
kehidupan di dunia maupun di alam baqa.
Dalam melakukan kegiatan konsumsi sebuah rumah-tangga harus menentukan
skala prioritas berdasarkan jenis barang yang akan dikonsumsi. Al-Ghazali and Al-Shatibi
(Zarqa, 1976) berpendapat bahwa berdasarkan Al Qur’an dan Hadist ada tiga hierarkhi
kegiatan yang dilakukan umat Islam dalam mencapai utility yang diinginkan, yaitu
Necessities (kegiatan-kegiatan yang mengamankan berlangsungnya kegiatan keagamaan,
kehidupan, kebebasan berpikir, keturunan dan pencapaian kekayaan) Conveniences
(kegiatan-kegiatan yang memudahkan pelaksanaan kegiatan pertama) dan Refinements
(kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan asesori hidup). Dengan mengacu pada
penggolongan yang diajukan oleh kedua ulama tersebut, maka dalam tulisan ini jenis
barang-2 dibagi dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut:
21. Kebutuhan dasar atau basic needs / necessities yang menentukan kelangsungan hidup
manusia, seperti makanan, sandang dan perumahan.
22. Kebutuhan sekunder adalah barang-barang yang memudahkan kehidupan, tanpa
barang ini manusia masih dapat hidup, seperti pendidikan, mobil, komputer, dan lainlain.
5
23. Kebutuhan tertier adalah barang-barang yang merupakan asesori hidup seperti sound
system, compact disc dan lain-lain serta juga ketenteraman/kebahagiaan di hari tua.
Barang kebutuhan dasar (barang-21) merupakan sesuatu yang absolut dibutuhkan
oleh sebuah rumah-tangga, sedangkan penggolongan barang kebutuhan sekunder (barang-
22) dan kebutuhan tertier (barang-23) adalah relatif yang sangat tergantung dari
endowment yang dimiliki oleh sebuah rumah-tangga. Zarqa (1976) berpendapat bahwa
hidup ini adalah suatu ujian dimana kita umatnya dibekali (endowed) dengan berbagai
perbedaan seperti mental, physical ability, material, social environment, power,
knowledge, wealth dan lain-lain, sehingga setiap rumah-tangga berbeda dalam
menetapkan sebuah barang digolongkan pada barang-22 atau barang-23. Yang penting
adalah bagaimana sebuah rumah-tangga mempertanggung jawabkan endowment yang
dipinjamkan kepadanya pada hari pengadilan nanti.
Dalam mengkonsumsi ketiga jenis barang tersebut, sebuah rumah-tangga akan
mengikuti life-cycle hypothesis yang diajukan oleh Modigliani (Dornbusch and Fischer,
1984), bahwa sebuah rumah-tangga akan mengalokasikan anggarannya secara optimal
untuk konsumsi yang stabil (smooth consumption) selama hidup didunia ini. Sehingga
sebuah rumah-tangga dalam hal ini ayah dan atau ibu tidak akan mengalami kesulitan
konsumsi di hari tuanya. Dengan demikian sebuah rumah-tangga harus mengalokasikan
angggarannya tidak hanya untuk konsumsi saja, namun juga untuk tabungan atau saving.
Oleh karena itu sebuah rumah-tangga muda harus bersiap sejak dini untuk
mempersiapkan putera/puterinya menyongsong masa depan dan juga mempersiapkan hari
tua mereka sendiri. Maka pada awalnya, konsumsi sebuah rumah-tangga dititik beratkan
pada barang-21 disebabkan anggaran yang terbatas dari sebuah rumah-tangga muda
sehubungan dengan terbatasnya pendapatan yang diperoleh. Sebagai konsekwensi dari
terbatasnya pendapatan rumah-tangga muda, tingkat tabungan sebuah rumah-tangga
adalah rendah sehingga akumulasi aset tidaklah tinggi, yang berakibat rendahnya
networth.
Tingkat pendapatan awal sebuah rumah-tangga sangat ditentukan oleh alokasi
dana untuk investasi sumber daya manusia yang dilakukan oleh orangtuanya. Dalam hal
ini sampai seberapa jauh orangtua menanamkan dananya untuk kepentingan pendidikan
seorang anak. Sesuai dengan human capital investment theory, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan memberikan tingkat pendapatan yang lebih baik pada
bidangnya. Investasi pada sumber-daya manusia tidak hanya dalam bentuk pendidikan,
namun juga dalam bentuk pengalaman kerja dan kesehatan. Dengan ketiga bentuk
investasi ini, diharapkan sebuah rumah-tangga dapat meningkatkan pendapatannya.
Selanjutnya dengan masa kerja/pengalaman, pendidikan tambahan selama bekerja dan
kondisi kesehatan yang terjaga akan memberikan kenaikan pendapatan bagi sebuah
rumah-tangga. Sehingga dapat juga mengkonsumsi barang-22 termasuk pendidikan bagi
putera-puteri. Sejalan dengan hal tersebut, akumulasi aset semakin besar yang dapat
memberikan peningkatan networth. Dan demikian seterusnya sebuah rumah-tangga
Muslim akan dapat juga mengkonsumsi barang-23 dengan semakin membaiknya tingkat
pendapatan. Selanjutnya dengan semakin tua dan menurunnya kesehatan dan
produktivitas, maka pendapatan akan menurun menjelang pensiun yang akhirnya
mencapai titik nol pada saat pensiun. Namun dengan adanya persiapan sejak dini, maka
akumulasi aset cukup besar sehingga networth sebuah rumah-tangga tua cukup untuk
6
mengamankan hari tuanya, yang akhirnya dapat menikmati ketenteraman dan
kebahagiaan di hari tua.
Selanjutnya life-cycle hypothesis, human capital investment theory dan kerangka
prioritas konsumsi tetap dipakai untuk menjelaskan bagaimana rumah-tangga Muslim
mengkonsumsi barang-1. Dalam tulisan ini jenis barang-1 disederhanakan dalam tiga
golongan yang berdasarkan rukun Islam, yaitu sebagai berikut:
11. Kebutuhan dasar bagi rumah-tangga Muslim, yaitu mengamankan syahadah, kegiatan
sholat dan puasa.
12. Kebutuhan sekunder bagi rumah-tangga Muslim adalah mengeluarkan zakat bagi
yang mampu.
13. Kebutuhan tertier adalah melaksanakan kegiatan haj bagi yang mampu.
Sebuah rumah-tangga Muslim pada awalnya mengalokasikan dananya untuk
kebutuhan-kebutuhan yang mendasar bagi rumah-tangga Muslim, yaitu mengamankan
syahadah, kegiatan sholat dan puasa (barang-11). Tanpa alokasi dana kepada barang-11
dapat mengancam ke Islaman individu-individu dalam rumah-tangga. Oleh karena itu
dengan alokasi dana pada barang-11 dapat mengamankan identitas sebuah rumah-tangga
Muslim. Kegiatan ini dapat berbentuk penyediaan pendidikan keagamaan bagi
putera/puteri sejak kecil. Utility dari konsumsi barang ini dapat dirasakan juga pada saat
hidup didunia dalam bentuk ketenangan dan kearifan bertindak dan secara bersamaan
seorang Muslim akan mendapatkan pahala dari kegiatan-kegiatan tersebut. Sebuah
rumah-tangga Muslim akan memperoleh akumulasi pahala yang dapat dinikmatinya
setelah mati.
Selanjutnya dengan meningkatnya pendapatan serta terakumulasinya aset dan
networth yang cukup nisab, maka sebuah rumah-tangga Muslim wajib untuk ber-zakat.
Sehingga sebagian dari networth harus dikeluarkan untuk kepentingan umat. Dengan
keyakinan yang dimiliki sebagai seorang Muslim, pengeluaran zakat (barang-12) tersebut
merupakan suatu kegiatan konsumsi yang memberi kepuasan bagi rumah-tangga Muslim
dan disaat bersamaan rumah-tangga ini menambah akumulasi pahala. Dengan pengertian
yang seperti ini, rumah-tangga Muslim tidak merasakan pengeluaran zakat sebagai beban,
karena pengeluaran ini seperti juga pengeluaran untuk konsumsi lainnya akan memberi
kepuasan bagi rumah-tangga. Akhirnya dengan semakin membaiknya pendapatan dan
networth, sebuah rumah-tangga yang telah mampu dengan sendirinya akan mengeluarkan
dana untuk mengkonsumsi kegiatan haj (barang-13) yang memberinya kepuasan dalam
bentuk ketenangan telah memenuhi rukun Islam yang lima. Pada saat bersamaan rumahtangga
ini pun menambah akumulasi pahala yang sangat bermanfaat bagi pencapaian
surga dalam kehidupan setelah mati.
Dengan pola konsumsi yang seperti dijelaskan diatas sebuah rumah-tangga
Muslim akan mencapai kepuasan maksimum dalam bentuk kebahagiaan didunia dan
akhirat. Pada awalnya sebuah rumah-tangga memfokuskan pengalokasian dana untuk
memenuhi kebutuhan barang-11 dan barang-21 yang optimal. Selanjutnya dengan
meningkatnya pendapatan dan mulai terakumulasinya networth, rumah-tangga akan
berusaha mencapai kombinasi yang optimal dari barang-11 dan barang-12 disatu sisi dan
barang-21 dan barang-22 disisi lain. Akhirnya adalah bagaimana rumah-tangga
mengkombinasikan barang11, barang-12 dan barang-13 yang pada dasarnya untuk
kepentingan akhirat dan barang-21, barang-22 dan barang-23 untuk kepentingan dunia.
7
Dengan pola konsumsi yang seperti ini, Insya Allah umat Islam terhindar dari
kerakusan yang hanya mementingkan kepuasan didunia. Pada dasarnya resources
merupakan amanah dari Allah yang pemanfaatannya harus efisien dan adil. Berdasarkan
nilai-nilai Islam, resources harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
investasi yang produktif, sama sekali bukan untuk conspicuous consumption,
pengeluaran-pengeluaran non-produktif dan spekulatif. Inilah yang kita temui di negaranegara
barat, bahwa maksimisasi utility hanya ditinjau dari satu sisi, yaitu kepentingan
dunia. Pola konsumsi barat yang seperti ini yang menggiring manusia hanya sebagai
homo economicus, yaitu manusia yang mementingkan diri sendiri (selfish) dan ingin
memiliki segalanya (acquisitive). Yang pada akhirnya konsumsi yang dilakukan berlebih-
lebihan atau extravagance sehingga tidak memberikan peningkatan social welfare
bagi masyarakat. Inilah yang dikatakan Al-Ghazali dan Al-Shatibi sebagai mafasid atau
disutilities, yaitu kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan peningkatan social welfare.
Sedangkan dengan pola konsumsi yang Islami dapat memberikan masalih atau utilities
karena pola ini memasukkan zakat sebagai kegiatan konsumsi yang dapat memberikan
kepuasan disatu sisi, dan merangsang orang untuk giat bekerja disisi lain yang pada
gilirannya akan menghasilkan peningkatan social welfare masyarakat.
Bila rumah-tangga Muslim telah menyadari sepenuhnya bahwa pengeluaran zakat
merupakan bagian dari kegiatan konsumsi untuk mencapai maksimum utility, maka
masalahnya sekarang bagaimana mengalokasikan zakat yang terkumpul. Dengan
memperhatikan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pola konsumsi yang
Islami ini sangat tergantung pada perencanaan sejak dini dalam bentuk persiapanpersiapan
human capital investment guna mengantisipasi life-cycle hypothesis, bahwa
suatu saat orang akan menjadi tua dan tidak produktif. Persiapan-persiapan tersebut
adalah dengan membekali putera/puteri dengan pendidikan keagamaan (bagian dari
barang-11) dan pendidikan formal (bagian barang-22) sejak dini. Mengingat surat At
Taubah ayat 60 menyebutkan salah satu alokasi dana zakat untuk fii sabii lillah,
sedangkan melaksanakan kegiatan pendidikan formal/keagamaan merupakan bagian dari
fii sabii lillah, maka tulisan ini mengusulkan salah satu alokasi zakat adalah untuk
kepentingan pendidikan formal/keagamaan yang sangat berperan bagi rumah-tangga
Muslim dalam pencapaian maksimum utility. Alokasi dana ini khususnya disampaikan
kepada anak-anak yang tidak mampu membiayai pendidikannya, sehingga melalui
pendidikan yang baik akan dapat memperkecil kuantitas umat yang berada dibawah garis
kemiskinan.
Selain dari pada itu alokasi dana dapat juga disalurkan kepada tujuh golongan lain
yang intinya disalurkan untuk keperluan konsumsi, menutup hutang dan sebagai modal
kerja. Keperluan konsumsi dan menutup hutang pada kondisi krisis seperti saat ini adalah
kegiatan yang tidak dapat dihindari, guna menyelamatkan umat untuk dapat memenuhi
kebutuhan mendasar. Penyaluran konsumsi dapat memiliki dampak peningkatan
pengeluaran konsumsi, karena penyaluran zakat pada orang-orang yang khususnya fakir
dan miskin cenderung akan meningkatkan marginal propensity to consume (MPC)
sehingga cenderung tiada dana yang tertinggal bagi penerima zakat. Sehingga secara
agregat akan menurunkan tingkat tabungan nasional. Disisi lain peningkatan MPC pada
gilirannya akan meningkatkan permintaan barang yang pada gilirannya akan
meningkatkan kegiatan produksi yang akhirnya dapat membuka lapangan kerja. Sehingga
8
hal ini memberikan dampak yang positif bagi perekonomian. Namun pemanfaatan zakat
untuk konsumsi cenderung digunakan untuk mengkonsumsi barang-barang non-durable
sehingga efek multiplier nya akan lebih kecil dibandingkan bila disalurkan untuk modal
kerja bagi kegiatan produktif.
Bila zakat disalurkan dalam bentuk modal kerja untuk digunakan sebagai modal
dalam berusaha (kecil-kecilan) dapat memberikan tambahan penerimaan bagi rumahtangga
penerima. Sehingga dana zakat tersebut tidak akan habis begitu saja, melainkan
akan berkembang. Dengan memutarkan dana zakat untuk kegiatan usaha akan
memberikan kemampuan bagi rumah-tangga penerima zakat untuk memenuhi kebutuhan
rumah-tangganya, yang pada satu saat rumah-tangga penerima zakat dapat beralih
menjadi pemberi zakat. Dengan penyaluran seperti ini akan memiliki dampak yang lebih
besar karena secara bertahap akan mengurangi golongan miskin, sehingga penyaluran
dengan cara ini dapat menghindari bantuan keuangan diberikan kepada orang yang sama
setiap tahun. Pada akhirnya penyaluran zakat untuk modal kerja dapat membuka lapangan
kerja dan peningkatan pendapatan dalam perekonomian yang akhirnya dapat
memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup orang banyak.
V. Kesimpulan dan Saran
Pola konsumsi yang Islami adalah pencapaian maksimum utility tidak hanya
mempertimbangkan konsumsi untuk kepentingan dunia namun juga mempertimbangkan
konsumsi untuk kepentingan akhirat. Bila pola konsumsi masyarakat telah Islami, maka
konsumsi yang kurang bermanfaat dan berlebih-lebihan dapat dihindari. Selain dari pada
itu, terciptanya prilaku unit konsumer yang sedemikian rupa akan memudahkan
pengembangan perbankan syariah, karena baik dari sisi pemakai maupun penyedia jasa
perbankan syariah akan memperhatikan kepentingan akhirat yang merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan pengembangan perbankan syariah.
Salah satu konsumsi untuk kepentingan akhirat adalah zakat, dengan adanya
kesadaran bahwa pengeluaran untuk zakat adalah pengeluaran konsumsi guna pencapaian
maksimum utility, maka diharapkan rumah-tangga Muslim akan dapat menikmati
pengeluaran tersebut dan tidak melihat zakat sebagai beban bagi rumah-tangga. Dengan
keadaran yang sedemikian rupa, diharapkan rumah-tangga Muslim yang belum
menggunakan pola konsumsi yang Islami agar segera beralih ke pola konsumsi yang
Islami sehingga bersedia untuk mengeluarkan zakat, khususnya zakat mal. Disisi lain
zakat akan merangsang rumah-tangga untuk dapat bekerja lebih giat guna menghindari
penurunan networth.
Penulis sependapat dengan mantan presiden bahwa perlu adanya kesadaran umat
dalam menunaikan kewajiban ber-zakat, yang menurut penulis perubahan tersebut dapat
terjadi bila umat mau dan bersedia merubah pola konsumsi yang hanya
mempertimbangkan kepentingan dunia menjadi pola konsumsi yang mempertimbangkan
kepentingan dunia dan akhirat. Selanjutnya penulis setuju bahwa penyaluran zakat untuk
program JPS, namun dengan penekanan pada program pendidikan formal maupun
keagamaan serta untuk modal kerja. Hal ini mengingat pendidikan merupakan salah satu
faktor penentu yang dapat membebaskan masyarakat dari kemiskinan struktural serta
mengingat pentingnya pendidikan bagi anggota rumah-tangga yang ditinjau dari life-cycle
hypothesis dan human capital investment theory. Selanjutnya penyaluran zakat untuk 9 modal kerja akan dapat mengurangi orang yang berada dalam kelompok miskin. Akhirnya walaupun penyaluran zakat untuk konsumsi tetap harus dilaksanakan, namun penyaluran zakat pada program JPS sebaiknya lebih diarahkan pada program yang memberikan “kail” (pendidikan dan modal kerja) dari pada “ikan” (penyaluran sembako).

Daftar Pustaka
Bryan, Keith W. (1990). The Economic Organization of the Household. New York:
Cambridge University Press 1990.
Dornbusch, Rudiger and Stanley Fischer (1984). Macro-Economics. New York:
McGraw-Hill Inc..
Faridi, F. R. (1976). Zakat and Fiscal Policy. Paper presented at The First International
Conference on Islamic Economics, Jeddah, February 1976.
Kahf, Monzer (1976). A Contribution to the Theory of Consumer Behaviour in an
Islamic Society. Paper presented at The First International Conference on Islamic
Economics, Jeddah, February 1976.
Kuran, Timur (1995). Islamic Economics and the Islamic Subeconomy, The Journal of
Economic Perspectives, 9: 4, 155-173.
Saud, Muhammad Abu (1976). Money, Interest and Qirad. Paper presented at The
First International Conference on Islamic Ecomics, Jeddah, February 1976.
Zarqa, Anas (1976). Islamic Economics: An Approach to Human Welfare. Paper
presented at The First International Conference on Islamic Ecomics, Jeddah,
February 1976.

STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR UANG SYARIAH



Oleh Zainul Arifin1. Pendahuluan.Konsep Perbankan Syariah adalah relatif baru bagi masyarakat Indonesia, termasuk bagi masyarakat muslim itu sendiri. Walaupun pemikiran konsep dasar perbankan syariah itu telah berjalan lama, dalam kenyataannya praktek bank syariah itu baru mulai pada tahun 1992. Berdasarkan kenyataan bahwa praktek perbankan
sebelum kita sampai pada inti pokok bahasan, terlebih dahulu perlu diuraikan secara singkat beberapa aspek yang menyangkut prinsip-prinsip syariah yang berkaitan dengan perbankan. Bila masyarakat kita ditanya tentang apakah bank syariah itu, maka kebanyakan mereka hanya menyatakan bahwa bank syariah itu adalah bank tanpa bunga. Walaupun pernyataan ihu tidak salah, namun sebenamya bank syariah bukan sekedar itu. Lagi pula produk-produk bank syariah bukan merupakan produk yang aneh (exotic
product), dan bukan hanya diperuntukkan atau hanya dapat diterima oleh masyarakat muslim saja.
Dalam pandangan syariah, uang itu bukan merupakan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Tanpa pertambahan nilai ekonomis itu, uang tidak dapat menciptakan kesejahteraan. Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana uang
mengembang-biakkan uang, tidak perduli apakah dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Waktu adalah faktor utamanya. Sedangkan dalam pandangan syariah, uang hanya akan berkembang bila ditanamkan ke dalam kegiatan ekonomi riil (tangible economic activities). Dengan demikian hubungan antara bank syariah
dengan nasabahnya adalah lebih sebagai partner ketimbang sebagai lender atau borrower. Bank syariah dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang menyewakan (lessor). Hal itu bisa dilakukan secara langsung, dimana bank mempunyai expertise untuk bertindak sebagai perusahaan dagang (trading house), atau secara tidak langsnng dengan cara bertindak sebagai agen bagi nasabahnya.
Untuk menghasilkan kenntungan, uang harus terkait erat dengan kegiatan ekonomi
dasar (Primary economic activity), baik secara langsung bertindak sebagai
trading house melakukan transaksi seperti perdagangan, kegiatan industri atau
sewa-menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung bertindak sebagai
investment company melakukan penyertaan modal guna melakukan salah satu dari
atau seluruhh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut Bank Syariah dapat menarik dana dalam bentuk :
Titipan (wadiah), yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit), tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan;

Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed deposit) untuk investasi umnm (general investment account / mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dari portfolio yang didanai dengan modal tersebut;

Investasi khusus (Special investment / mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi nntuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi tersebut.

Dengan demikian, snmber dana Bank Syariah terdiri dari :
(1) Modal (core capital),
(2) Kuasi Ekuitas (mudharabah accounts), dan
(3) Titipan (Wadiah / non remunerated deposits).

Dari gambaran singkat tersebut jelas bahwa ruang lingkup usaha perbankan syariah
adalah bersifat universal banking. Ia meliputi commercial banking dan investment
banking. Namun demikian sistem perbankan syariah secara prinsip sangat berbeda
dengan sistem perbankan konvensional. Perbedaan tersebut memberikan konsekuensi
perlunya pengaturan yang berbeda dengan pengaturan perbankan konvensional,
antara lain misalnya peraturan tentang pola pengendalian likuiditas, perhitungan
kecukupan modal dan sebagainya.

2. Prinsip Pengelolaan Likuiditas.
Likuiditas adalah kemudahan atau kemampuan untuk mengubah non liquid assets menjadi liquid assets, biasanya dalam bentuk tunai (cash) dengan tanpa atau
sedikit sekali berkurangnya nilai assets tersebut.
Kuat atau lemahnya kemampuan likuiditas aset tergantung kepada dua faktor utama yaitu kandungan daya cair aset itu sendiri (self contain liquidity) dan daya jual aset tersebut (markeability). Daya cair aset (self liquiditing) ditentukan oleh syarat-syarat penjualan aset tersebut, baik jangka waktu maupun cara
pembayarannya. Sedangkan marketability dari aset bukan saja terletak pada kemampuan pengalihan aset tersebut kepada pihak lain secara final atau permanen, tetapi juga terletak pada keberhasilan penawaran kepada pihak lain untuk ikut berpartisipasi mendanai aset tersebut. Faktor yang disebut pertama berkaitan
dengan salah satu teori likuiditas perbankan yang dikatakan sebagai commercial loan theory dan yang disebut terakhir banyak dibahas dalam apa yang dikatakan sebagai shiftability theory
.
Sebagai Badan Usaha (business entity), tujuan bank adalah memaksimumkan kesejahteraan para stakeholders melalui peningkatan nilai investasi para pemegang saham pada bank yang bersangkutan. Karena aktiva bank yang ada dalam bentuk alat-alat likuid itu pada umumnya adalah nonearning assets, maka dana
yang ditanam pada liquid assets ini harus seminimal mungkin tanpa menimbulkan resiko yang terlalu tinggi.
Teknik dan faktor yang digunakan unhtk mencapai tujuan itu dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
(a) item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso,
(b) saldo (nonreserve) pada bank koresponden, dan
(c) primary reserve.

Bank harus berusaha agar proses inkaso dapat dilakukan secepat mungkin, antara lain dengan melakukan kerja lembur, penggunaan Electronic Fund Transfer, memilih kurir yang cepat, dan lain-lain. Analisa yang barus dilakukan adalah memastikan bahwa manfaat dari perubaban item non cash menjadi cash harus lebih besar dari pada biaya inkaso itu sendiri.

Bank koresponden biasanya mensyaratkan saldo minimum yang harus dipelihara sebagai kompensasi atas servis yang diberikan, seperti investment advice, holding securities (safe keeping), pengaturan pembelian dan penjualan suratsurat berharga, menawarkan loan participation, jasa transfer, inkaso dan lainlain.
Saldo itu harus disediakan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat yang dapat diperoleh.
Kewajiban reserve harus diperlakukan sebagai kebutuhan wajar dalam bisnis perbankan. Oleh karena itu, bank harus berusaha agar biaya penyediaan reserve tersebut harus lebih kecil daripada manfaat bisnis yang diperoleh. 

3. Masalah Pengelolaan Likuiditas
Pengelola Bank selalu berusaha untuk memaksimalkan keuntungan mereka (Return on Total Assets) dengan cara menginvestasikan sebanyak mungkin dana yang tersedia. Namun manajemen juga didesak oleh kebutuhan untuk memiliki likuiditas yang cukup guna mengatasi setiap masalah mismatch yang tejadi antara aset dan liabilitas. Salah satu kendala operasional yang dihadapi oleh Perbankan Islam adalah
kesulitan mereka mengendalikan likuiditasnya secara efisien. Hal itu terlihat pada beberapa gejala yang antara lain:
Tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana-dana simpanan yang
diterimanya.
Dana-dana tersebut terakumulasi dan menganggur untuk beberapa hari sehingga mengurangi rata-rata pendapatan mereka;
Kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan, pada saat ada penarikan dana dalam situasi kritis. Akibatnya Bank-Bank Syariah menahan alat likuid-nya dalam jumlah yang lebih besar dari pada rata-rata perbankan konvensional.

Sekali lagi kondisi ini pun menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan bank.
Dengan kinerja rata-rata seperti itu, maka deposan yang hanya mencari keuntungan, lebih banyak cenderung memindahkan dananya ke bank lain, sementara nasabah yang loyal terkesan babwa mengikuti prinsip syariah berarti menambah beban.

Pada umumnya Bank Syariah mengalami dua macam kendala bila dibandingkan dengan bank konvensional yaitu:
a. Kurangnya akses untuk memperoleb dana likuiditas dari Bank Sentral (kecuali hanya di beberapa negara Islam saja); dan
b. Kurangnya akses ke Pasar Uang (Money Market) sehingga Bank Islam hanya dapat memelihara likuiditas dalam bentuk kas.


4. Praktek Pasar Uang Konvensional
Pasar Uang (money market) adalah pasar dimana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek, sedang Pasar Valuta Asing (Foreign Exchange Market) adalah pasar dimana diperdagangkan surat-surat berharga dalam suatu mata uang dengan melibatkan mata uang lain.

Artikel-artikel yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money) (dalam 1 Heinz Riehl and Rita M. Rodriguez, Foreign Exchange Market: A Guide to Foreign Currency Operations, McGraw-Hill, Inc. 1977, p.4.). Uang atau uang kuasi tidak lain daripada surat berharga (financial paper) yang mewakili uang dimana seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain. Dalam hal mata uang (currency),yaitu uang tunai yang ada di dalam saku kita, adalah merupakan bukti kewajiban Pemerintah akan sejumlah uang kepada kita, sebagai pembawa mata uang tersebut. 
Dalam hal treasury bill, hal ini juga merupakan kewajiban pemerintah senilai equivalen sejumlah uang kepada pemilik bill tersebut. Bill tersebut baru dapat dibayar oleh Pemerintah dalam bentuk tunai setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan, yaitu pada tanggaljatuh tempo dokumen tersebut.

Dalam kasus pertama, mata uang pemerintah adalah uang yang sebenarnya, sedangkan dalam kasus kedua, treasury bill hanyalah uang kuasi (near money). Tidaklah sulit menjual treasury bill walaupun pemerintah tidak berkewajiban membayarnya sebelum tanggal jatuh tempo. Contoh seperti treasury bill ini juga berlaku bagi
surat berharga lain, seperti certificate of deposit (CD), Banker Acceptance (BA), corporate bond dan sebagainya, walaupun berbeda-beda tingkat marketabilitasnya. Pada kenyataannya, tidak ada jaminan bahwa surat berharga yang berjangka waktu lebih pendek mempunyai marketabilitas yang lebih baik
daripada yang berjangka lebih panjang. Bagian terbesar dari aktiva keuangan yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah yang berjangka waktu kurang dari satu tahun.
Namun demikian perdagangan yang aktif juga diadakan dari dokumen yang berjangka waktu sampai lima tahun. Surat berharga yang berjangka waktu lebih panjang biasanya lebih banyak dimiliki para investor di Pasar Modal, dimana surat berharga jangka panjang diperdagangkan.


Uang atau uang kuasi yang diperdagangkan di dalam negeri (local money market) adalah dalam mata uang yang berlaku sah di negeri itu. Tetapi bila uang atau uang kuasi itu diperdagangkan di luar negara dimana mata uang itu berlaku sah, maka kita sebut dengan foreign money market. Sebagai contoh, kita mengenal Eurodollar market. Dalam hal ini surat berharga dalam mata uang Amerika Serikat diperdagangkan di Eropa, yang kemudian juga diperdagangkan di berbagai tempat seperti Asia.

Harga dalam Pasar Uang Konvensional biasanya dinyatakan dalam suatu persentase yang mewakili pendapatan (return) berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pelaku dalam Pasar Uang umumnya disebut peminjam (borrowers) dan pemberi pinjaman (lenders). Peminjam adalah individu yang membeli hak penggunaan dana untuk jangka waktu yang ditentukan sebelumnya.


Pemberi pinjaman adalah individu yang menjual hak penggunaan dana untuk jangka waktu tersebut. Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman untuk melepaskan hak penggunaan dana itu disebut tingkat bunga (inferest rate)2. Misalnya di dalam pinjaman sebesar Rp.100,- (seratus rupiah) bila pemberi pinjaman menerima Rp.120,- (seratus dua puluh rupiah) pada akhir tahun, maka kelebihan sebesar
Rp.20,- (dua puluh rupiah) yang diterima tersebut dinyatakan dalam persentase yaitu 20% (dua puluh persen) tingkat bunga pertahun. Pembayaran imbalan tersebut dapat dilakukan dibelakang seperti pada Promissory Notes dan pada bonds, ataupun dilakukan dimuka (discounted) seperti pada SBI dan CD. Seluruh instrumen tersebut di atas tidak dapat diterima oleh syariah, karena berbasis bunga.


5. Kebutuhan Bank Syariah Akan Pasar Uang
Sebagaimana telah diuraikan di atas, tugas utama manajemen bank, tidak terkecuali Bank Islam, adalah memaksimalkan kesejahteraan bagi para stakes holder melalui peningkatan nilai investasi para pemegang saham, meminimalkan resiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Manajemen tidak dapat semaunya menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank, tanpa adanya keyakinan
bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah atau dana tersebut telah jatuh tempo. Disamping itu manajemen juga harus secara simultan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat laba yang diperoleh.

Untuk memastikan bahwa aset Bank Syariah selain terdanai sepanjang waktu, Bank Syariah harus memelihara tingkat likuiditas yang tinggi dalam rangka mengantisipasi penarikan-penarikan dana, karena Bank Syariah tidak boleh menarik dana dari sumber-sumber dana berbasis bunga.
Jelaslah, bahwa ketiadaan akses bagi Bank Syariah untuk meminjam dana di Pasar Uang untuk mendanai aset mereka adalah merupakan pokok masalah yang mereka hadapi. Apabila ada penarikan dalam jumlah besar, apapun alasannya, baik danadana dari wadia atapun mudharabah, apa yang akan terjadi bila :
Tidak ada Inter-Bank Money Market Syariah
Tidak ada fasilitas yang berbasis syariah dari Bank Sentral sebagai lender of last resort
Bank Syariah dilarang meminjam dana berbunga, untuk mengganti dana-dana yang ditarik oleh nasabahnya.
Setiap banker pasti dapat membayangkan betapa masalah likuiditas yang dihadapi oleh bank syariah. Lalu, apa jalan keluar yang terbaik bagi mereka ?
Tanpa adanya fasilitas Pasar Uang, seperti halnya Bank Konvensional, Bank Syariah pun akan menghadapi masalah yang sama, mengingat pada umumnya perbankan sulit menghindari posisi keuangan yang mismatched. Untuk memanfaatkan dana yang sementara idle itu, bank harus dapat melakukan investasi jangka pendek di Pasar Uang, dan sebaliknya untuk memenuhi kebutuhan dana untuk likuiditas jangka
pendek, karena mismatch, bank juga harus dapat memperolebnya di Pasar Uang.


Karena surat-surat berharga yang ada di pasar keuangan konvensional, kecuali saham, berbasis pada sistem bunga, Perbankan syariah menghadapi kendala karena mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi bagian dari aktiva atau pasiva yang berbasis bnnga. Masalah ini berdampak negatif bagi pengelolaan likuiditas maupun pengelolaan investasi jangka panjang. Akibatnya perbankan syariah terpaksa hanya memusatkan portofolio mereka pada aktiva jangka pendek, yang terkait dengan perdagangan, dan berlawanan dengan keperluan investasi dan pembangunan ekonomi.

Walaupnn manajemen telah berhasil menciptakan pasar bagi Perbankan Islam, namun mereka belum mencapai kedalaman pasar yang menjamin keuntungan (profit ability) dan kelangsungan usaha (viability) jangka panjang. Cepat atau lambatnya mereka keluar dari masalah ini, akan tergantung pada kecepatan, keagresifan dan keefektifan mereka membangun instrumen dan teknik yang memungkinkan tercapainya
fungsi intermediasi dua arah bagi Perbankan Islam. Mereka barus menemukan jalan dan alat pengembangan instrumen keuangan berbasis syariah yang marketable, dimana portofolio yang dihasilkan oleh Perbankan Islam dapat dipasarkan di pasar keuangan yang lebih luas (dalam  Abbas Mirakka, Executive Director, International Monetary Fund Washington, USA, Progress and Challenges of
lslamic Banking, Review of Islamic Economics, Vol.4 No.2 (1997).).

6. Strategi Pengembangan Pasar Uang Berbasis Syariah
Pertama : Penciptaan Instrumen Pasar Uang Syariah. Sebagaimana telah diuraikan di atas, surat-surat berharga yang beredar di pasar keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga, sehingga
Perbankan Islam tidak dapat memanfaatkan Pasar Uang yang ada. Kalaupun ada juga saham sebagai surat tanda penyertaan modal yang berbasis bagi-hasil, namun masih memerlukan penelitian apakah obyek penyertaan tersebut terbebas dari kegiatan yang tidak disetujui oleh Islam. Dengan kata lain harus ada kepastian bahwa emiten tidak menyelenggarakan perniagaan barang-barang yang dilarang oleh
syariah, atau mengandung unsur riba, maisir dan gharar. Oleh karena itu untuk menciptakan Pasar Uang yang bermanfaat bagi Perbankan Syariah harus diciptakan instrumen Pasar Uang yang berbasis syariah. Dengan aktifnya instrumen Pasar Uang yang berbasis syariah maka Perbankan Syariah dapat melaksanakan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi perdagangan jangka pendek tetapi juga
berperan mendukung investasi jangka panjang. Struktur keuangan dari proyekproyek pembangunan berbasis syariah akan memperkaya piranti keuangan syariah dan membuka partisipasi lebih besar dari seluruh pelaku pasar, tidak terkecuali non muslim, karena pasar tersebut bersifat terbuka.


Perbedaan pokok antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional adalah dilarangnya riba (bunga) pada lembaga keuangan syariah, baik riba nasiah, yaitu riba pada pinjam-meminjam uang (qard) maupun riba fadl, yaitu riba dalam perdagangan. Pendapatan atau keuntungan hanya boleh diperoleh dengan bekerja atau melakukan kegiatan perniagaan yang tidak dilarang oleh Islam. Untuk menghindari pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditentukan oleh syariah tersebut maka piranti keuangan yang diciptakan harus didukung oleh aktiva, proyek aktiva atau transaksi jual-beli yang melatarbelakanginya (underlying transaction).

Beberapa pedoman syariah yang harus diperhatikan dalam penciptaan instrumen
pasar uang antara lain (Dr. Yahia Abdul Rahman, Islamic Instruments For Managing Liquidity, International Journal of Islamic Financial
Services, Vol.l, No. 1, April-June 1999.)  :
Uang tidak dapat menghasilkan apa-apa.
Uang hanya akan berkembang apabila diinvestasikan pada kegiatan ekonomi riil (tangible economic activity);
Keberhasilan kegiatan ekonomi diukur dengan return on investment (ROI).
Return ini hanya boleh diestimasikan tetapi tidak boleh ditentukan terlebih dahulu di depan;
Bagian saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau kemitraan musyarakah dapat dipejual-belikan untuk kegiatan investasi dan bukan untuk tujuan spekulasi atau untuk tujuan perdagangan paper;
Piranti keuangan Islami, seperti bagian saham dalam suatu kemitraan atau perusahaan dapat dinegosiasikan (dibeli atau dijual) karena ia mewakili bagian saham dalam jumlah aset dari bisnis nyata.


Beberapa Restriksi yang berkaitan dengan jual-beli share seperti itu adalah :
Uang tidak boleh dijual untuk memperoleh uang
Nilai per share dalam bisnis harus didasarkan pada penilaian terhadap bisnis itu sendiri (fundamental analysis)
Transaksi tunai harus diselesaikan segera sesuai dengan kontrak 
Adalah diperbolehkan membeli saham perusahaan yang memiliki hutang pada neraca perusahaan, tetapi hutang tersebut harus tidak dominan
Pemilik modal punya hak untuk mengakhiri kepemilikannya bila ia menghendaki, kecuali bila diperjanjikan lain.

Aset dapat didanai dari equity atau pinjaman. Karana pinjaman tidak dapat diperdagangkan, sedangkan ekuitas dapat diperjual-belikan, maka mengapa kita tidak membangun sistem dimana pendanaan aset dilakukan dengan menggunakan ekuitas ? (Abdel Haq Al Kafsyi, Islamic Interbank Money Market. 2000)
Piranti keuangan itu dapat dibentuk melalui sekuritisasi aktiva / proyek aktiva
(assets securitization), yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam bentuk
penyertaan musyarakah (management share), yang meliputi modal tetap (fixed
capital) dengan hak mengelola, mengawasi dan hak suara dalam pengambilan
keputusan (voting light), maupun dalam bentuk penyertaan mudharabah
(participation share), yang mewakili modal keja (variable capital), dengan hak
atas modal dan keuntungan dari modal tersebut, tetapi tanpa voting right.
Dalam rangka menyediakan sarana untuk penanaman dana atau pengelolaan dana
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, strategi pertama itu telah
direalisasikan oleh Bank Indonesia, melalui Peraturan Bank Indonesia nomor
2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah (PUAS). Peserta PUAS terdiri atas Bank Syariah dan Bank
Konvensional. Bank Syariah dapat melakukan penanaman dana dan atau pengelolaan
dana, sedangkan Bank Konvensional hanya dapat melakukan penanaman dana.
Instrument yang digunakan dalam PUAS itu adalah berupa Sertifikat Investasi
Mudharabah Anfarbank (Sertifikat IMA). Besarnya imbalan atas Sertifikat IMA
mengacu pada tingkat imbalan bagi hasil investasi mudharabah bank penerbit
sesuai dengan jangka waktu penanaman dan nisbah bagi hasil yang disepakati.
Kedua : Mekanisme operasi Pasar Uang Syariah
Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis syariah harus tetap
berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentuan yang
digariskan oleh syariah6, seperti antara lain:
Fatwa Ulama pada simposium yang disponsori oleh Dallah al Baraka Group pada
bulan November 1984 di Tunis menyatakan: "Adalah dibolehkan menjual bagian
modal dari setiap perusahaan dimana manajemen perusahaan tetap berada
ditangan pemilik nama dagang (owner of trade name) yang telah terdaftar
secara legal. Pembeli hanya mempunyai hak atas bagian modal dan keuntungan
tunai atas modal tersebut tanpa hak pengawasan atas manajemen atau pembagian
aset kecuali untuk menjual bagian saham yang mewakili kepentingannya"7
Lokakarya Ulama tentang Reksa Dana Syariah, Peluang dan Tantangannya di
Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 30-31 Juli 1997,
telah membolehkan diperdagangkannya reksadana yang berisi surat-surat
berharga dari perusahaan-perusahaan yang produk maupun operasinya tidak
bertentangan dengan syariah Islam.
Dana yang telah dihimpun oleh Bank syariah dalam bentuk mudharabah investment
deposit sebagian besar diinvestasikan dalam transaksi murabahah, bai al salam,
istisna’, ijarah, ijarah muntahia bi tamlik dll. Asets tersebut kemudian
disekuritisasi oleh Special Purpose companies (SPC) yang dikelola oleh Bank
sebagai the securitization vehicles. Bila bank mengalami mismatch maka bank

6 Dalam beberapa hal harus terlebih dahulu memperoleh fatwa Dewan Syariah.
7 Saleh Kamil, The importance of Assets and Debts Securitization in Creating Dynamic Islamic Banking Environment,
Paper presented to Labuan International Summit on Islamic Financial and Investment Instrument, Labuan, Malaysia,
16-18 June 1997.
dapat menarik dana-dana melalui penjualan unit-unit penyertaan yang diterbitkan
oleh SPC tersebut. Bank-bank lain termasuk Bank Sentral juga dapat membeli unitunit
menyertaan tersebut sebagai penempatan dananya. SPC dapat mengumumkan harga
dari unit-unit penyertaan tersebut setiap bulan, setiap minggu atau setiap hari
berdasarkan perhitungan net asset value yang dilakukannya, sehingga unit-unit
penyertaan tersebut memiliki level likuiditas yang tinggi.
Untuk menyediakan fleksibilitas bagi Bank Syariah, SPCs akan memiliki dua tiers
unit-unit penyertaan tersebut, yaitu :
Management Shares (merupakan bagian terkecil) dan
Variable Participation Shares (jumlah terbesar dari unit penyertaan)
Seorang akan tertarik menanamkan dananya pada instrumen keuangan apabila dapat
diyakini bahwa instrumen tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa mengurangi
pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu setiap instrumen keuangan
harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
(a) Pendapatan yang baik (good return);
(b) Resiko yang rendah (low risk);
(c) Mudah dicairkan (redemable);
(d) Sederhana (simple); dan
(e) Fleksibel.
Dalam rangka memenuhi syarat-syarat tersebut, tanpa mengabaikan batas-batas yang
diperkenankan oleh syariah, maka diperlukan adanya suatu special purpose company
(selanjutnya disebut 'company’) lain sebagai investment vehicle, dengan fungsi
sebagai berikut:
Memastikan keterkaitan antara sekuritisasi dengan aktivitas produktif atau
pembangunan proyek-proyek aset baru, dalam rangka penciptaan pasar primer
melalui kesempatan investasi baru dan menguji kelayakan (feasibility)-nya.
Tahap ini disebut 'transaction making' yang didukung oleh Initial Investor.
Menciptakan pasar sekunder yang dibangun melalui berbagai pendekatan yang
dapat mengatur dan mendorong terjadinya konsensus perdagangan antara para
dealer, termasuk fasilitas pembelian kembali (redemption).
Menyediakan layanan kepada nasabah dengan mendirikan lembaga pembayar (paying
agent).
Konsep ini dapat diterapkan secara lebih luas dengan pendayagunaan sumber-sumber
dari lembaga-lembaga lain dan para nasabah dari Perbankan Syariah sehingga
memungkinkan adanya:
Penciptaan proyek-proyek besar dan penting;
Para penabung kecil dan para investor berpenghasilan rendah dapat memperoleh
keuntungan dari proyek-proyek yang layak (feasible) dan sukses dimana mereka
dapat dengan mudah mencairkan kembali dengan pendapatan yang baik;
Memperluas basis bagi pasar primer; dan
Menjembatani kesulitan menemukan perusahaan yang bersedia ikut berpartisipasi
dalam permodalan (Joint stock companies) dan mengutipnya di pasar.
Pertemuan dalam Konferensi Pasar Modal yang diadakan di Beirut, Libanon8,
menegaskan kembali perlunya pengembangan konsep berikut pedoman lebih lanjut.
Para pengembang developer) dan para pengambil inisiatif memerlukan kebijakan dan
8 Ibid
prosedur Pasar Uang, terutama dalam hal jaminan pembelian kembali bagi para
investor. Oleh karena itu lembaga marketing yang berkualitas juga diperlukan.
Apabila semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi maka akan banyak instrumeninstrumen
keuangan baru yang menarik, yang terkait dengan proyek-proyek
produktif, yang dapat dikembangkan di Pasar Sekunder.
Peranan 'Company’
Peranan utama dari ‘company’adalah sebagai pembuat transaksi (transaction
maker). Sebagaimana kita ketahui bahwa semua lembaga keuangan berusaha
memobilisasi dana-dana dari para penabung dan mempertimbangkan jalan terbaik
untuk menggunakannya. Salah satu kelemahan dari tingkah laku ini adalah adanya
dana-dana yang menganggur atau digunakan secara tidak layak, hanya semata-mata
mengambil keuntungan dari waktu dan seringkali menanamkan dana-dana tersebut
pada transaksi yang meragukan. Untuk menghindari hal itu maka diperlukan adanya
inisiatif dari pembuat transaksi dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
Pertama, melakukan verifikasi atas kesempatan investasi, baik secara internal
(perusahaan) maupun secara eksternal (pasar). Apabila transaksi tersebut
dapat diterima, maka pembuat transaksi (yang bekerja berdasarkan komisi)
melakukan usaha lebih lanjut. Proyek itu akan dibeli oleh atau ditawarkan
kepada Initial Investor dari bagian saham yang telah ditanam untuk memperoleh
partisipasi dari pasar. Dengan peranan demikian maka dimungkinkan penciptaan
surat-surat berharga jangka pendek. Rekening-rekening dan mekanisme
investasi dapat dikembangkan untuk memungkinkan nasabah menginvestasikan
dananya dalam jangka pendek, dengan pendapatan yang wajar, tanpa resiko yang
berarti, dan tetap sesuai dengan syariah. Dengan jalan demikian kesempatan
baik dapat diserap dari deposito jangka pendek atau rekening koran. Treasury
dari setiap bank dapat merencanakan likuiditasnya dengan baik dengan
menggunakan kesempatan dan mekanisme tersebut.
Kedua, untuk mengatasi kesulitan dan untuk memastikan adanya kemungkinan bagi
investor untuk mencairkan kembali investasi mereka, sewaktu-waktu mereka
butuhkan, tanpa mempengaruhi pendapatan efektif yang mereka harapkan, maka
perusahaan dapat menerapkan program-program sebagai berikut:
1. Mendukung perjanjian perdagangan sekuritas.
Bagian saham dari 'company' ini dapat dipertukarkan sesuai dengan
perjanjian yang saling menguntungkan (mutual agreement). 'Company'
mensponsori dan mengawasi pertukaran. Surat-surat berharga tersebut
ditransfer setelah aspek-aspek legal diselesaikan, kemudian diikuti dengan
penyediaan fasilitas Pasar Sekunder, mendorong dan mendukung para dealer
untuk mengambil dan memperdagangkan instrumen keuangan tersebut. 'Company'
juga memperkenalkan, untuk pertama kalinya, pelayanan penebusan suratsurat
berharga (security redemption services).
2. Program Penebusan (Redemption Programme)
Penebusan dilakukan dengan harga yang berlaku pada saat transaksi
pembelian kembali. Dalam hal ini diberlakukan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
Pengawasan penebusan.
Untuk mengorganisasikan transaksi pembelian kembali dan untuk
memelihara hak-hak pengawasan dikembangkan peraturan-peraturan berikut:
a. Nasabah memberitahukan kepada manajemen 'Company' atau agen-agen
pembelian kembali tentang keinginan mereka untuk menjual semua atau
sebagian saham beberapa hari sebelumnya.
b. Dalam beberapa surat berharga tertentu, harga maksimum penebusan
dapat ditentukan.
c. Semua persyaratan pembelian kembali dinyatakan dalam Prospektus.
Tidak ada persyaratan lain yang harus ditambahkan selama jangka
waktu penerbitan.
Penetapan Jumlah dan Harga Pembelian Kembali:
a. Periode pembelian kembali ditetapkan misalnya setiap minggu oleh
suatu panitia ad hoc. 'Company' mengumumkan harga-harga tersebut
setiap hari dan setiap harga berlaku selama seminggu;
b. Panitia yang menetapkan jumlah dan harga pembelian kembali dapat
terdiri dari 'Company', agen pembelian kembali dan wakil dari
pemegang saham yang memiliki bagian sedikitnya, misalnya 10%
(sepuluh persen) dari nilai penerbitan;
c. Penetapan harga pembelian kembali dapat didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan beberapa faktor sebagai berikut:
Faktor permintaan dan penawaran didasarkan atas indikasi-indikasi
yang diperoleh dari perjanjian-perjanjian transaksi jual beli.
Features posisi keuangan riil dari surat berharga yang
diterbitkan.
Rate pasar yang berlaku umum sebagai bahan perbandingan.9
Agen-agen pembayaran (paying agents)
Dalam rangka mempercepat dan memudahkan perputaran transaksi instrumen
keuangan, dapat didirikan agen-agen pembayaran. Fungsi ini dapat
diberikan sehubungan dengan kewajiban 'company' pada saat pembelian
kembali surat berharga tersebut atau pada saat pencairan akhir,
terutama bila area pasar yang memperdagangkan surat-surat berharga
tersebut secara geografis sangat luas. Agen pembayaran tersebut bekerja
atas dasar komisi.
3. Bertindak sebagai custodian
Untuk memudahkan transfer instrumen pasar uang yang diperdagangkan, maka
‘Company’ bertindak sebagai Custodian, sehingga setiap transaksi dilakukan dapat
dengan segera diikuti oleh pemindahan hak dengan menggunakan jasa ‘Comnpany’:

8. Khatimah.
Sebagai bank komersial, Bank Syariah tidak dapat menghindari kemungkinan
terjadinya posisi mismatch pada struktur aset dan liabilitas mereka. Untuk
memanfaatkan ekses likuiditasnya Bank Syariah harus bisa melakukan investasi
jangka pendek di Pasar uang, dan sebaliknya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas
jangka pendek karena mismatch Bank Syariah juga harus dapat memperolehnya di
Pasar uang.


9 Karena pasar uang syariah masih terbatas dan belum berlaku umum, maka biasanya calon investor selalu
membandingkan dengan rate of return (idealnya berdasarkan atas hasil studi industri sejenis) yang terjadi di pasar
keuangan konvensional.
Untuk menciptakan Pasar uang yang bermanfaat bagi perbankan syariah harus
diciptakan instrument pasar uang yang berbasis syariah dan diciptakan
infrastruktur bagi mekanisme operasi Pasar uang Syariah.
Melalui Peraturan Bank Indonesia no.2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS) telah diciptakan instrumen yang dinamakan Sertifikat Invesfasi
Mudharabah Anfarbank (IMA), yang dapat diterbitkan oleh Bank Syariah dalam
rangka pengelolaan dana, dan dapat dibeli baik oleh Bank Syariah lain ataupun
Bank Konvensional dalam rangka penanaman dana.
Penciptaan infrastruktur Pasar Uang berbasis syariah harus merupakan strategi
lebih lanjut dalam rangka membuka kesempatan partisipasi dalam pasar uang
syariah yang lebib luas.
Wallahu a’lam bi shawab.