Makalah ini disusun oleh Maniah. Mahasiswi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam, Univesitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Munculnya
Islam membuka zaman baru dalam sejarah kehidupan Manusia, kelahiran Nabi
Muhammad Saw adalah suatu peristiwa yang tidak ada bandingnya. Beliau adalah
utusan Allah sebagai rahmatan lil’alamin.
Setelah tiga
belas tahun di Mekkah, maka beliau hijrah ke Madinah (Yastrib). Pada saat
hijrah di Madinah, kota ini masih dalam keadaan kacau, belum memiliki pemimpin
ataupun raja yang berdaulat. Di kota ini banyak suku, salah satunya adalah suku
Yahudi yang dipimpin oleh Abdullah ibn Ubayy.
Ia berambisi
menjadi raja di madinah. Suasana dikota ini sering terjadi pertikaian antar
kelompok-kelompok yang terkuat dan terkaya adalah Yahudi, namun ekonominya
masih lemah dan hanya ditopang dari hasil pertanian. Oleh karena itu tidak ada
hukum dan aturan, maka system pajak dan fiskal tidak berlaku.
Setelah
Rasulullah di Madinah, maka Madinah dalam waktu yang singkat mengalami kemajuan
yang cepat. Rasulullah memimpin seluruh pusat pemerintah madinah, menerapkan
prinsip-prinsip dalam pemerintahan dan organisasi, membangun
institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negri, membimbing para sahabatnya
dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh.
Sebagai kepala Negara yang baru, terbentuk beberapa hal
yang segera mendapat perhatian beliau, seperti :
Ø
Membangun Masjid.
Ø
Merehabilitasi kaum Muhajirin.
Ø
Menciptakan kedamaian dalam Negara.
Ø
Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga
negaranya.
Ø
Membuat konstitusi Negara.
Ø
Menyusun system pertahanan Madinah.
Ø
Meletakkan dasar-dasar system keuangan Negara.
Konsep organisasi atau lembaga sesungguhnya sudah
dikenal sejak sebelim Muhammad diangkat menjadi Rasul. Darun Nadwah, sebuah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat jahiliyyah dan berfungsi untuk merembuk
masalah-masalah kemasyarakatan. Organisasi
ini mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat.karena di dalamnya berkumpul para tokoh
dan perwakilan suku. Mereka saling berputar pikiran dan berdiskusi untuk
mencapai titik kesepakatan.
Muhammad SAW
setelah dilantik menjadi Rasul, merasa perlu membuat perkumpulan/organisasi. Dengan
organisasi ini, rencana dakwah dan ekspansinya akan lebih mudah
disosialisasikan. Pada tahap awal penyiar Islam, beliau membentuk Darul
Arqom. Yakni organisasi dakwah yang didalamnya dilakukan pengkaderan secara
intensif untuk membentuk pribadi muslim yang tangguh. Serta kegiatan dimulai
dari rumah sahabat Arqom bin Abi Arqom Al-Makhzumi yang berada di puncak bukit
shafa dan terpencil dari pengintaian orang-orang quraisy. Peristiwa ini terjadi
semenjak tahun kelima dari kenabian.
Peristiwa
hijrah, semakin memperteguh keyakinan nabi dan para sahabatnya tentang
pentingnya sentral kegiatan umat. Maka nabipun membangun masjid Quba (yang
pertama). Masjid ini tidak saja berfungsi sebagai tempat solat dan ibadah mahdah
lainnya, tetapi lebih luas dari itu, yakni tempat bermusyawarah urusan
masyarakat sekalipun. Tempat ini juga berfungsi untuk menyatukan antara kaum
muhajirin dan anshor. Kemudian nabi membangun masjid lain yang lebih besar
yakni masjid nabawi. Masjid ini yang selanjutnya menjadi sentral pemerintahan.
a. Pendirian Baitul Maal
Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan
lembaga bisnisdan social pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan. Apa yang dilaksanakan oleh Rasul itu merupakan
proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure)
secara transparan dan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare
oriented. Ini merupakan sesuatu
yang baru, mengingat pajak-pajak dan pungutan dari masyarakat yang lain
dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa di sekitar
jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia menarik seperti dari rakyat dan dibagi
untuk para raja dan kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme Baitul Maal, tidak
saja untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk melindungi kepentingan kafir
dhimmi.
Para ahli
ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki sedikit perbedaan
dalam menafsirkan baitul maal ini. Sedangkan berpendapat, bahwa baitul
maal itu semacam bank sentral, seperti pada saat ini. Tentunya dengan
berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi
berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara
Negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan
belanja Negara.
Namun keberadaan lembaga ini membawa pembaharuan yang
besar. Dana-dana umat, baik yang bersumber dari dana social dan tidak wajib
seperti sedekah, denda (dam), dan juga dana-dana yang wajib seperti
zakat, jizyah dll, dikumpulkan melalui lembaga baitul maal dan
disalurkan untuk kepentingan umat.
Arahan-arahan dari Nabi Muhammad SAW mengenai
pemungutan dan pendistribusian kekayaan Negara memberikan bentuk kesucian
kepada Baitul Maal. Lembaga ini sampai diidentifikasika sebagai lembaga trust
(kepercayaan) umat Islam dengan Khalifah sebagai trustee. Ia bertanggung
jawab atas setiap sen uang yang terkumpul dan pendistribusiannya. Bagaiman
dengan terjadinya degenerasi di kalangan umat Islam konsep ini menadi kabur dan
oleh penguasa yang korup, menjadikan Baitul Maal untuk kepentingan
pribadi mereka.
Menurut M. abdul Manan (1993), baitul maal dibagi
maal dibagi menjadi tiga : Baitul Maal Khas, Baitul Maal dan Baitul
Maal Al-Islamin. Baitul Maal Khas merupakan perbendaharaan kerajaan atau
dana rahasia. Dana ini khusus untuk pengeluaran pribadi raja dan kelurganya,
dana pengawal raja serta hadiah bagi tamu-tamu kerajaan.
Baitul
Maal merupakan sejenis
bank sentral untuk kerajaan. Namun pola operasionalnya sebatas kepentingan
kerajaan seperti mengatur keuangan kerajaan. Model baitul maal ini
system pengelolaannya sangat sentralistik. Pengelolaan tertinggi berada di
tangan raja. Di bawah raja terdapat gubernur yang membawahi wilayah
provinsi masing-masing.
Sedangkan Baitul Maal Al-Islamin merupakan
baitul maal yang berfungsi secara luas untuk kepentingan masyarakat, baik
muslim maupun non muslim. Fungsi-fungsi mencakup kesejahteraanseluruh warga
tanpa memandang jenis kelamin, ras dan bahkan agama. Baitul maal ini
bertempat di masjid-masjid utama kerajaan. Di pusat dikelola oleh Qodi
dan di propinsi dikelola oleh rakan qodi. Tugas khalifah adalah
mengawasi jalannya masing-masing baitul maal, supaya setiap penerimaan
dapat dipisahkan sesuai dengan sembernya dengan penggunaan yang tepat.
b. Wilayah Hizbah
Wilayatul Hizbah merupakan lembaga pengontrol
pemerintahan. Pada masa nabi fungsi lembaga control ini dipegang langsung oleh beliau.
Konsep lembaga control ini merupakan fenomena baru bagi masyarakat arab,
mengingat pada waktu itu, kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga
kontrolnya.
Rasulullah berperan langsung sebagai penyeimbang
kegiatan muamalat, baik ekonomi, politik maupun social. Rasulullah sering
menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis yang merusak harga dan merusak
harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli serta menimbun barang dan
sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktivitas
bisnis. Keberadaan lembaga ini menjadi sangat strategis dan penting, mengingat
kepentingan umat yang lebih besar.
Diriwayatkan dari Anas bahwa ia berkata :”Harga pernah
mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para
sahabat mengatakan,”Wahai Rasulullah, tentukan harga untuk kita. Beliau
menjawab; “Allah itu sesungguhnya penentu harga, penahan dan pencurah serta
pemberi rezeki”. Aku mengharapkan
dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena
kezaliman dalam hal darah dan harta.”
Sepeninggalan
Rasulullah SAW, tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi diteruskan oleh para
pemimpin setelahnya. Tradisi bermusyawarah terlihat ketika pengangkatan Abu
Bakar As Siddiq menggantikan kepemimpinan Islam. Sebelum mengurus jasad nabi
Muhammad seketika setelah beliau meninggal dunia, terjadilah dialog dan debat
dikalangan muhajirin dan anshor di Saqifah Bani Sa’idah. Akhirnya mereka
sepakat memilih Abu Bakar sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.
Oleh Abu
Bakar, kebiasaan memungut zakat sebagai bagian dari ajaran Islam dan menjadi
sumber keuangan Negara terus ditingkatkan. Bahkan sempat terjadi peperangan
antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang-orang yang
membangkang atas perintah zakat. Abu baker sebagai khalifah yang pertama
menegaskan akan memerangi kepada kaum riddah, yakni kelompok yang
membangkang terhadap perintah membayar zakat dan mengaku sebagai nabi, sehingga
semuanya kembali ke jalan yang benar atau di jalan Allah sebagai syuhada. Tindakan
khalifah ini didukung oleh hampir seluruh kaum muslimin. Untuk memerangi
kemurtadan (riddah) ini maka dibentuklah sebelas pasukan.
Lembaga Baitul
Maal semakin mapan keberadaannya semasa khalifah kedua Umar Bin Khattab. Khalifah
meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaan
lainnya. System administrasinya sudah mulai dilakukan penertiban. Umar memiliki
kepedulian yang tinngi atas kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau
mendatangi langsung rakyatnya yang masih miskin, serta membawakan langsung
bahan makanan untuk rakyatnya. Ucapan beliau yang sangat terkenal, “Jika ada
keledai yang terposok di Iraq ,
ia akan ditanya Tuhan mengapa ia
tidak meratakan jalannya”.
Pada masa
umar pula mulai dilakukan penertiban gaji dan pajak tanah. Terkait
dengan masalah pajak, Umar membagi warga Negara menjadi dua bagian. Bagian
pertama warga Negara muslim dan bagian kedua warga Negara non muslim yang damai
(dhimmi). Bagi warga Negara muslim, meraka diwajibkan membayar zakat
sedangkan bagi yang dhimmi diwajibkan membayar kharaj dan jizyah.
Bagi muslim diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan
menurut adapt dan kebiasaan yang berlaku. Agar situasi tetap terkendali, Umar
menetapkan wilayah jazirah Arab untuk muslim, dan wilayah luar jazirah arab
untuk non muslim. Sedangkan untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah
Syiria yang padat penduduknya dinyatakan tertutup bagi pendatang baru. Untuk mengelola
keuangan Negara, khalifah mendirikan Baitul Maal. Pada masa Umar pula
mata uang sudah mulai dibuat.
Umar sering berjalan sendiri untuk
mengontrol mekanisme pasar. Apakah telah terjadi kezaliman yangmerugikan rakyat
dan konsumen. Khalifah memberlakukan kuota perdagangan kepada para pedagang
dari Romawi dan Persia
karena kedua Negara tersebut memperlakukan hal yang sama kepada para pedagang
Madinah. Kebijakan ini sama dengan system perdagangan internasional modern yang
dikenal dengan principle of reciprocity. Umar juga menetapkan kebijakan
fiscal yang sangat popular tetapi mendapat kritikan dari kalangan sahabat ialah
ketika ia menetapkan tanah taklukan Iraq bukan untuk tentara kaum
muslimin sebagaimana biasanya tentang ghonimah, tetapi dikembalikan
kepada pemiliknya.
Khalifah
kemudian menetapkan kebijakan kharaj (pajak bumi) kepada penduduk Iraq
tersebut. Semua kebijakan khalifah Umar Ibnul Khattab ditindaklanjuti oleh para
khalifah setelahnya, yakni Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib. Yang menarik
untuk diperhatikan ialah bahwa lembaga keuangan Baitul Maal telah
berfungsi sangat strategis baik semasa rasulullah maupun khulafaur rasyidin.
Melalui baitul maal ini, para pemimpin Islam dengan sangat serius mampu
mengentaskan kemiskinan umat dan membangun system moneter Islami. Kesejahteraan
rakyat menjadi fokus utama dalam pembangunan ekonomi.
Semasa pemerintah khulafaur Rasyidin ini,
penataan system pemerintah berjalan dengan baik. Agar mekanisme pemerintahan
berjalan lancar, dibentuklah organisasi Negara Islam (daulah islamiyah) yang
garis besarnya sebagai berikut :
1. An Nidham Asy Syiyasi (organisasi politik)
yang mencakup :
a. Al Khilafah; terkait dengan pemilihan
pemimpin/khalifah.
b.
Al Wijarah; terkait dengan wazir (menteri) yang
bertugas membantu khalifah untuk urusan pemerintahan.
c.
Al Kitabah; terkait dengan pengangkatan orang yang
mengurusi kesekretariatan Negara.
2.
An Nidham Al Idary; organisasi tata usaha/administrasi
Negara, saat itu masih sangat sederhana mencakup pembentukan dewan-dewan,
pemimpin propinsi, pos dan jawatan kepolisian.
3.
An Nidham Al
Mally: organisasi keuangan Negara, mengelola masuk dan keluarnya keuangan
Negara. Untuk itu dibentuk Baitul Maal. Termasuk didalamnya
sumber-sumber keuangan.
4. An Nidham Al Harby; organisasi ketentaraan
yang meliputi susunan tentara, gaji tentara, persenjataan, pengadaan asrama
tentara serta benteng-benteng pertahanan.
5. An Nidham Al Qadho’I; organisasi kehakiman
yang mengurusi masalah pengadilan, Bandai dan damai.[1]
Sistem Ekonomi
Setelah menyelesaikan masalah
politik dan urusan constitutional. Rasulullah kemudian merubah system ekonomi
dan keuangan Negara, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Secara garis besar,
ketentuan dan kebijakan ekonomi pada masa rasulullah adalah sebagai berikut :
- Kekuasaan
tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik absolute atas semua
yang ada.
- Manusia
merupakan pemimpin (khalifah) Allah di bumi, tetapi bukan milik yang
sebenarnya.
- Semua yang
dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah.
- Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
- Eksploitasi
ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
- Menerapkan system warisan sebagai media retribusi kekayaan yang dapat menghapus berbagai konflik antar golongan.
- Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu.
Rasulullah Saw merupakan kepala Negara pertama yang memperkenalkan konsep
baru di bidang keuangan Negara di abad ketujuh, yaitu semua hasil penghimpunan
kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai
dengan kebutuhan Negara.
Tempat
pusat pengumpulan dana itu disebut bait al-mal yang dimasa Nabi Muhammad
saw terletak di Masjid Nabawi. Pemasukan Negara yang sangat sedikit disimpan
dilembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya didistribusikan
kepada masyarakat.
Pada masa pemerintahan Rasulullah Saw ini, sumber
pemasukan Negara berasal dari :
a. Kharaj, yaitu pajak terhadap tanah, pajak ini ditentukan
berdasarkan tingkat tanaman, dan jenis irigasi. Tanahnya diambil alih oleh
orang muslim dan pemilik lamanya harus menawarkan untuk produktivitas tanah
menyangkut karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis mengelolah tanah
tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil
produksi kepada Negara.
Kharaj dibayar oleh orang-orang non-muslim seperti
halnya dengan kaum muslimin membayar ushr dari hasil pertanian.
Selain
sumber-sumber pendapatan tersebut, terdapat beberapa sumber pendapatan lainnya
yang bersifat tambahan (sekunder) diantaranya adalah :
1.
Uang tebusan untuk para tawanan perang (hanya pada kasus perang Badr).
2.
Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin.
3. Khums atau rikaz harta karun
temuan pada periode sebelum islam.
4. Amwal fadhla (berasal dari harta
benda kaum Muslimin yang meninggalkan negrinya).
5. wakaf, harta benda yang didedikasikan
oleh seseorang kepada kaum Muslimin untuk kepentingan agama Allah dan
pendapatannya akan didepositokan di Baitul mal.
6.
Bentuk lain sadaqah seperti qurban dan kaffarat.
b.
Zakat yang dikumpulkan dalam bentuk uang tunai,
hasil peternakan dan hasil pertanian. Pada tahun Hijriyah, Allah SWT mewajibkan
kaum Muslimin menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Dan kewajiban
zakat mal diperintahkan pada tahun ke-9 H.
Menurut Bukhari, Rasulullah SAW bersabda kepada Muadz,
ketika ia mengirimya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat, “Katakan
kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk
membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya
kepada orang miskin diantara mereka.
Dengan demikian pemerintah pusat berhak menerima
keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi
kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di
Madinah. Di Masa Rasulullah SAW,
zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
Ø
Benda logam yang terbuat dari emas dan perak.
Ø
Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing.
Ø
Berbagai jenis barang dagang termasuk budak dan
hewan.
Ø
Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
Ø
Luqta,
harta benda yang ditinggalkan musuh.
Ø
Barang temuan.
c. Khums,
yaitu pajak proporsional sebesar 20%. Terdapat pembedaan pendapat di kalangan ulama Syiah dan Sunni mengenai
objek khums ini. Kalangan ulama Syiah menyatakan bahwa objek khums ini
hanyalah hasil rampasan perang. Namum, Imam Abu Ubaid, seorang ulama Sunni,
beranggapan bahwa objek khums juga meliputi barang temuan dan barang
tambang.
d.
Jizyah, yaitu pajak yang dibebankan kepada
orang-orang non-muslim sebagai pengganti layanan social-ekonomi dan jaminan perlindungan
keamanan dari Negara Islam. Surah At-Taubah Ayat : 29
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang
diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk”(Q.S At-taubah : 29).
e.
Ghanimah, pada tahun kedua Hijriyah, dalam surat Al-Anfal : 41
“Ketahuilah,
sesngguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu di
hari bertemunya dua pasukan dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S
Al-Anfal : 41).
Allah
SWT, menentukan tata cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi sebagai berikut :
Ø
Seperlima bagian bagian untuk Allah dan
Rasul-Nya. Dialokasikan bagi kesejahteraan umum dan untuk para kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan para musafir.
Ø
Empat
perlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan yang terlibat para
peperangan.
f.. Ushr,
adalah pajak yang dikumpulkan dari hasil perdagangan dan bisnis yang dilakukan oleh warga Negara di Negara
Islam.
g. Penerimaan lainnya seperti kaffarah dan
harta warisan dari orang yang tidak miliki ahli waris.
Dana yang terkumpul di baitul mal ini digunakan untuk
berbagai kegiatan seperti penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan,
pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada
perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan social.
Seluruh alokasi dana Baitul Mal tersebut mempunyai
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung ataupun tidak.
Seperti alokasi untuk penyebaran Islam yang berdampak terhadap kenaikan aggregate
demand sekaligus.
Aggregate supply, karena jumlah populasi akan meningkat dan
penggunaan sumber daya alam akan semakin maksimal. Kasus dalam hal tersebut
adalah peristiwa
hijrahnya kaum Muhajirin ke Madinah dan persaudaraannya
dengan kaum Anshar. Selain itu,
penyebaran Islam ini juga akan dapat meningkatkan pendapatan baitul Mal. Dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat, tidak berarti bahwa Marginal Propensity
to Consume akan meningkat pula.
Berdasarkan sebuah penelitian, peningkatan pendapatan
masarakat justru berpengaruh terhadap kenaikan Marginal Propensity to Save. Karena
Rasulullah Saw sangat mendorong umatnya agar melakukan investasi, peningkatan Marginal
Propensity to Save akan menaikkan tingkat investasi. Akibatnya, dalam
jangka panjang, hal tersebut akan meningkatkan pula pendapatann nasional secara
keseluruhan.
Catatan mengenai hasil penerimaan Negara secara keseluruhan pada masa Nabi
Muhammad
Saw tersebut, tidak bisa dilacak. Begitu
juga dengan catatan pengeluaran
secara
rinci juga sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti
:
- Minimnya jumlah orang Islam yang bisa membaca, menulis, dan mengenal aritmatika sederhana.
- Sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk sederhana, baik yang didistribusikan maupun yang diterima.
- Sebagian besar hasil pengumpulan zakat hanya didistribusikan secara local.
- berbagai bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
- Pada sebagian besar kasus, ghanimah segera digunakan dan didistribusikan setelah terjadi peperangan.
Walaupun demikian, tidak bisa diambil kesimpulan bahwa system
keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam banyak kasus,
pencatatan diserahkan kepada pengumpulan zakat dan setiap orang umumnya
terlatih dalam masalah pengumpulan zakat ini. Setiap perhitungan yang ada
disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasullullah Saw. Ia juga menyita setiap
hadiah yang diterima oleh pengumpul zakat, sekaligus memberikan teguran
kepadanya.
Untuk mengurus keuangan, termasuk politik keuangan,
dibentuklah suatu badan yang bernama “baitul mal”, kementrian keuangan dalam
istilah sekarang. Lembaga ini terdiri dari tiga diwan yaitu :
a. Diwan al-Khazaanah, mengurus perbendaharaan
Negara.
b. Diwan Al-Azra’u, mengurus kekayaan Negara
yang berupa hasil bumi.
c. Diwan
Khazaaimus Silahm, mengurus perlengkapan persenjataan, bagi
angkatan-angkatan
perang laut, darat dan kepolisian.
Asas dan
Landasan
BMT berdasarkan pancasila dan UUD 45 serta
berlandaskan prinsip syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah),
kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.
Dengan
demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagai lembaga
keuangan Syari’ah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syari’ah. Keimanan
menjadi landasan atas kekayaan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan
mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akherat juga
keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (social dan bisnis). Kekeluargaan dan
kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesaan tersebut diraih secara
bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada
uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi
anggota dan masyarakat, untuk itulah pada pengelolaanya harus profensial.
Prinsip
Utama BMT
Dalam melaksanakan usahanya BMT, berpegang
teguh pada prinsip utama sebagai berikut :
1. Keimanan dan ketaqwaan kepada kepada Allah
SWT dengan meingimplementasikannya pada prinsip-prinsip Syari’ah dan muamalah
Islam ke dalam kehidupan nyata.
2. Keterpanduan, yakni nilai-nilai sepiritual
dan moral menggerakkan dan mengendirikan dan mengarahkan etika bisnis yang dinamis,
proaktif, progresif adil dan berakhlak mulia.
3. Kekeluargaan, yakni mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap
tingkatan, pengurus dengan semua lininya serta anggota, dibangun rasa
kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung.
4. Kebersamaan, yakni kesatuan pola fakir, sikap,
cita-cita antar semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus
memiliki satu visi dan bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi
ekonomi dan social.
5. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua
golongan politik. Mandiri berarti juga tidak tergantung dengan dana-dana
pinjaman dan bantuan tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana
masyarakat sebanyak-banyaknya.
6. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang
tinggi (‘amalus sholih/ahsanu amala), yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja
yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan
dan kepuasan ruhani dan akherat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan
bekal pengetahuan (knowledge) yang cukup, keterampilan yang terus ditingkatkan
(skill) serta niat dan ghirah yang kuat (Attitute). Semua itu
dikenal dengan kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual. Sikap
professionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi mencapai
tingkat standar kerja yang tinggi.
7. Isiqomah ; konsisten, konsukuen,
kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai
suatu tahap, maka maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita
berharap.
Ciri-Ciri Utama BMT
Ø
Berorientasi
bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
Ø
Bukan
lembaga social, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan
pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
Ø
Ditumbuhkan
dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
Ø Milik bersama masyarakat bawah bersama
dengan orang kaaya di sekitar BMT, bukan milik perseorangan atau orang dari
luar masyarakat. Atas dasarnya ini BMT tidak dapat berbadan hukum
perseroan.
Ciri-Ciri Khusus BMT :
BMT
merupakan lembaga milik masyarakat, sehingga keberadaannya akan selalu
dikontrol dan diawasi oleh masyarakat. Laba atau keuntungan yang diperoleh BMT
juga akan didistribusikan kepada masyarakat, sehingga maju mundurnya BMT sangat
dipengaruhi oleh masyarakat di sekitar BMT berada. BMT memiliki cirri-ciri
khusus sebagai berikut :
Ø
Pelayanan mengacu kepada kebutuhan anggota,
sehingga semua staf BMT harus mampu memberikan yang terbaik buat anggota dan
masyarakat.
Ø
Kantor dibuka dalam waktu yang tertentu yang
ditetapkan sesuai kebutuhan pasar, waktu buka kas nya tidak terbatas pada siang
hari saja, tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada kondisi
pasarnya.
Ø
BMT
mengadakan pendampingan usaha anggota. Pendampingan ini akan lebih efektif jika
dilakukan secara berkelompok (Pokusma).
Ø
Manajemen
BMT adalah professional Islami, administrasi keuangan dilakukan berdasarkan
standar akuntansi keuangan Indonesia yang disesuaikan dengan prinsip akuntansi
syariah.[2]
Sumber dan Karakteristik
Dana BMT
Jumlah dana yang dapat dihimpun melalui BMT sesungguhnya tidak
terbatas. Namun demikian, BMT harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana
dan mengemasnya ke dalam produk-produknya sehingga memiliki nilai jual yang
layak. Prinsip simpanan di BMT menganut azas wadi’ah dan mudharabah.
1. Prinsip
Wadi’ah
Wadiah berarti titipan. Jadi prinsip simpanan wadi’ah
merupakan akad penitipan barang atau uang pada BMT, oleh sebab itu, BMT
berkewajiban menjaga dan merawat barang tersebut dengan baik serta
mengembalikannya saat penitip (muwadi’) menghendakinya. Prinsip (muwadi’)
menghendakinya. Prinsip wadi’ah dibagi dua, yakni :
a. Wadi’ah
Amanah
Yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak
memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut. Atas pengembangan produk
ini, BMT dapat mensyaratkan adanya jasa (fee) kepada penitip (muwadi),
sebagai imbalan atas pengamanan, pemeliharaan dan administrasinya. Nilai jasa tersebut sangat tergantung pada
jenis barang dan lamanya penitipan. Prinsip wadi’ah amanah ini sering
berlaku pada bank dengan jenis produknya kotak penyimpanan (save deposit
box).
b. Wadi’ah
Yad Dhomanah
Wadi’ah dhomanah merupakan akad penitipan barang atau
uang (umumnya berbentuk
uang) kepada BMT, namun BMT
memiliki hak untuk
mendayagunakan dana tersebut. Atas akad ini
deposan akan
mendapatkan imbalan berupa bonus, yang tentu saja
besarnya sangat
tergantung dengan kebijakan manajemen BMT.
Produk ini
biasanya kurang berkembang karena deposan
menghendaki
adanya bagi hasil yang layak.
2. Prinsip Mudharabah
Prinsip
Mudharabah merupakan akad kerja sama modal dari pemilik dana (shohibul maal)
dengan pengelola dana atau pengusaha (mudhorib) atas dasar bagi
hasil. Dalam hal penghimpunan dana, BMT berfungsi sebagai modhorib dan
penyimpanan sebagai shohibul maal. Prinsip ini dapat dikembangkan untuk semua jenis simpanan di BMT. Berbagai
ketentuan yang berlaku untuk system mudharabah meliputi :
a.
Modal
Ø
Harus diserahkan secara tunai.
Ø
Dinyatakan
dalam nilai nominal yang jelas.
Ø
Langsung diserahkan kepada mudhorib untuk
segera memulai.
b.
Pembagian hasil
Ø
Nisbah bagi hasil harus disepakati diawal
perjanjian.
Ø
Pembagian hasilnya dapat dilakukan saat mudhorib
telah mengembalikan seluruh modalnya atau sesuai dengan periode tertentu
yang disepakati.
c.
Resiko
Ø
Bila terjadi kerugian usaha, maka semua kerugian
akan ditanggung oleh shohibul maal, dan mudhorib tidak akan
mendapatkan keuntungan usaha.
Ø
Untuk memperkecil resiko, shohibul maal dapat
mensyaratkan batasan-batasan tertentu kepada mudhorib.
Berbagai sumber dana tersebut pada prinsipnya
dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni ; Dana Pihak Pertama (modal/equity),
Dana Pihak Kedua (pinjaman pihak luar) dan Dana Pihak Ketiga (simpanan).
a. Dana Pihak Pertama (DP I)
Dana pihak
pertama sangat diperluaskan BMT terutama pada saat pendirian. Tetapi dana ini
dapat terus dikembangkan, seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak
pertama dapat dikelompokkan ke dalam :
1. Simpanan Pokok Khusus (Modal Penyertaan)
Yaitu
simpanan modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun lembaga
dengan jumlah setiap penyimpanan tidak harus sama, dan jumlah dana tidak
mempengaruhi suara dalam rapat.
2.
Simpanan Pokok
Simpanan pokok
yang harus dibayar saar menjadi anggota BMT.
Besarnya simpanan pokok harus sama. Pembayaran
dapat saja dicicil,
supaya dapat
menjaring jumlah anggota yang lebih banyak.
3.
Simpanan Wajib
Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus
setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan
anggotanya. Besarnya simpanan wajib setiap anggota sama. Baik simpanan pokok
maupun wajib akan turut diperhitungkan dalam pembagian SHU.
b.
Dana Pihak ke II (DP II)
Dana ini
bersumber dari pinjaman pihak luar. Nilai dana ini memang sangat tidak
terbatas. Artinya tergantung pada kemampuan BMT masing-masing, dalam menanamkan
kepercayaan kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud ialah mereka yang
memiliki kesamaan system yakni bagi hasil, baik bank maupun non bank.
Oleh sebab
itu, sedapat mungkin BMT hanya mengakses sumber dana yang dikelola secara
Syariah. Berbagai lembaga yang mungkin dijadikan mitra untuk meraih pembiayaan
misalkan, Bank Muamalat Indonesia, Bank BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI
Syariah dll serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Secara
bersama-sama BMT dapat mengembangkan produk ini dalam bentuk pinjaman antar BMT
atau antar BMT Passiva. Karena jaringan kerja BMT telah terbentuk, maka
pinjaman pihak luar dapat berasal dari lembaga induknya, sejenis Puskopsyah
atau Inkopsyah (Pusat Koperasi Syariah).
Lembaga ini
dapat secara langsung memberikan pinjaman kepada BMT atau dapat juga berperan
sebagai perantara bagi BMT untuk mendapatkan dana dari lembaga pembiayaan. Atas
kerjasama pembiayaan ini berlaku akad mudharabah maupun musyarokah. Namun untuk
pembiayaan investasi, dapat juga berlaku akad jual beli.
c. Dana Pihak Ketiga (DP III)
Dana ini merupakan simpanan suka rela atau
tabungan dari para anggota BMT. Dana dan sumber dana ini sangat luas dan tidak
terbatas. Dilihar dari cara pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi dua,
yakni simpanan lancar (Tabungan), dan simpanan tidak lancar (deposito).
Tabungan
adalah simpanan anggota kepada BMT yang dapat diambil sewaktu-waktu (setiap
saat). BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini. Deposito
adalah simpanan anggota kepada BMT, yang pengambilannya hanya dapat dilakukan
pada saat jatuh tempo. Jangka waktu yang dimaksud meliputi: 1, 3, 6, dan 12
bulan. Namun sesungguhnya jangka waktu tersebut dapat dibuat sefleksible
mungkin, misalnya 2, 4, 5 dan seterusnya, sesuai dengan keinginan anggota.
Untuk
dapat menarik minat anggota dalam menabung, maka BMT perlu mengemas produknya
ke dalam nama yang menarik dan mudah diingat. Juga produk penghimpunan dana BMT
harus mampu menampung keinginan nasabah. Jenis produk tersebut dapat
dikembangkan menjadi :
Ø
Tabungan haji (Taji), yakni tabungan khusus
menampung keinginan masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dalam jangka
panjang.
Ø
Tabungan Qurban (Taqur), yakni tabungan untuk
para shohibul Qurban, yaitu masyarakat disediakan produk yang dapat membantu
merencanakan ibadah qurbannya.
Ø
Tabungan Pendidikan (Tapen), yakni tabungan yang
disediakan untuk membantu masyarakat dalam menyediakan kebutuhan dana
pendidikan di masa yang akan datang.
Ø
Tabungan Berjangka Mudharobah (Tabah),
yakni deposito dengan jangka waktu tertentu.
Masing-masing jenis tabungan tersebut memiliki jangka
waktu yang berbeda, sehingga nisbah bagi hasilnya pun sangat mungkin juga
berbeda. Prinsipnya semakin panjang jangka waktunya, semakin luas kesempatan
yang dimiliki BMT untuk memanfaatkan dana tersebut. Hal inilah yang membedakan
nisbahnya.
Deposito biasanya memiliki
nisbah bagi hasil yang lebih tinggi disbanding tabungan, karena deposito
merupakan sumber dana yang terkendali. Artinya BMT mengetahui secara pasti
jangka waktu pengendapannya dana. Atas dasar ini BMT tentu saja akan
memanfaatkan dana tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Deposito dengan
jangka waktu 3 bulan, hanya dapat dimanfaatkan maksimal 3 bulan dan seterusnya.
Secara umum sumber dana BMT
dapat dikelompokkan berdasarkan rekening di neraca sebagai berikut : 1. Modal
sendiri
-
Simpanan
Pokok Khusus (Modal Penyertaan)
-
Simpanan Pokok
-
Simpanan Wajib
-
Dana Cadangan
-
Hibah
-
Dana lainyang tidak mengikat dan halal
2.
Hutang
-
Simpanan Umum/Tabungan dengan berbagai jenisnya
-
Deposito
-
Obligasi Syariah (surat
pengakuan hutang bagi hasil)
-
Pembiayaan dari Bank Syariah
-
Pembiayaan dari BMT lain
-
Pembiayaan dari Puskopsyah dan Inkopsyah
Disamping
sifat amanah yang harus dimiliki oleh pengurus dan pengelola BMT, untuk meraih
dana, BMT dituntut mampu menerapkan strategi. Beberapa trik yang dapat
diterapkan meliputi :
- Mewujudkan
Profesionalisme manajemen BMT baik dari sisi administrasi, pelayanan, SDI
dan pelaporan.
- Meraih
dukungan dari tokoh agama dan masyarakat.
- Menanamkan
kepada umat bahwa BMT adalah lembaga dari, oleh, dan untuk umat serta
bukan hanya untuk memperkaya keluarga atau kelompok tertentu.
- Menanamkan
bahwa BMT merupakan lembaga yang strategis untuk mewujudkan tujuan dakwah
dan pemberdayaan kaum dhuafa secara terpola.
- Mewujudkan
dan membuktikan bahwa dana yang disimpan di BMT dapat dikelola secara
amanah dan benar-benar mampu meningkatkan taraf hidup kaum dhuafa.
- Membuktikan bahwa bagi hasil di BMT dapat bersaing dengan lembaga lain.
- Prosedur administrasi di BMT lebih mudah dan aman.
- Menunjukkan sikap proaktif dan menjemput setiap transaksi yang terjadi baik kecil maupun besar.
- Menunjukkan
sikap terbuka dan menerima kritikan dari anggota dan masyarakat.
- Menggalang kerja sama dengan lembaga Islam.
Alokasi Dana BMT
Alokasi dana BMT merupakan upaya menggunakan dana BMT untuk keperluan
operasional yang dapat mengakibatkan berkembangnya BMT atau sebaliknya, jika
penggunaan salah.
Pengalokasian dana BMT ini
selalu harus berorientasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Manajemen
akan selalu dihadapkan pada dua persoalan, yakni bagaimana semaksimal mungkin
mengalokasikan dana yang dapat memberikan pendapatan maksimal dan tetep menjaga
kondisi keuangan sehingga dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya setiap
saat. Dua kondisi ini dapat dicapai, jika manajemen mampu bertindak sesuai dengan
landasan BMT yang sebenarnya. Untuk itu, pengalokasian dana BMT harus
memperhatikan aspek :
Þ
Aman, artinya dana BMT dapat dijamin
pengembaliaanya.
Þ
Lancar, artinya perputaran dana dapat berjalan
dengan cepat.
Þ Menghasilkan, artinya pengalokasian dana harus
dapat memberikan pendapatan maksimal.
Þ Halah, artinya pengalokasian dana BMT
harus pada usaha yang halal, baik dari tinjauan hukum positif maupun agama.
Þ Diutamakan untuk pengembangan usaha
ekonomi anggota.
Jenis-jenis penggunaan dana BMT dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1.
Penggunaan yang bersifat produktif
Þ Untuk pembiayaan kepada anggota,
masyarakat, dan BMT lain.
Þ Untuk investasi pada Bank Syari’ah,
Puskopsyah maupun Inkopsyah.
2.
Penggunaan yang bersifat tidak produktif.
Þ
Biaya-biaya operasional BMT.
Þ
Pembelian atau pengadaan investasi.
3. Penggunaan dana pembinaan kelompok dan
lingkungan.
Þ Dana pelatihan dan pendampingan anggota
Pokusma.
Þ
Dana social kematian, kesehatan, dll
4.
Penggunaan dana untuk menanggulangi resiko
Þ
Penyisihan penghapusan pembiayaan macet.
Þ
Penambahan dana cadangan umum.
Þ
Penyisihan laba ditahan.[3]
[1] Ridwan
Muhammad, Manajemen Baitul Maal
Wa Tamwil (BMT), Lembaga keuangan
pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, hal: 55
[2] Ridwan
Muhammad, Manajemen Baitul Maal
Wa Tamwil (BMT), Landasan filosofis BMT, hal: 125
[3] Raharjo
Dawam Muhammad, Perspektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, hal: 97
Semoga Allah mengampuni segala khilaf hamba-Nya dan memberi kesempatan untuk memperbaikinya.
Wallahu'alam bishawab..
Izin copy,mba!
BalasHapus