Minggu, 06 Januari 2013

ISLAM DAN TANTANGAN EKONOMI



Bedah Buku M. Umar Chapra
ICMI, 25 Nopember 1999
Zainulbahar Noor *)

Al-quran surat Al- Baqarah ayat 177:
“Bukanlah kebaikan (menjadi tujuan yang sebenarnya) mengarahkan
mukamu ke arah timur dan barat, tetapi yang kebaikan itu ialah keimanan
kepada Allah, hari akhirat, para malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan (menyumbangkan) harta yang disukai kepada kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang dalam kesulitan), orangorang
yang meminta-minta (karena kesulitan hidup), memerdekakan hamba
sahaya , mendirikan shalat, membayar zakat, menepati janji yang sudah
dibuat, sabar(tabah) sewaktu mengalami kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan.Orang-orang (yang berbuat) demikian itulah yang benar dan
merekalah orang yang bertakwa.
Ayat 177 ini masih ada hubungannya dengan persoalan kiblat.
Bukanlah persoalan kiblat itu yang harus dipertengkarkan, karena dengan
mengarah muka ke timur atau ke barat, ke absitul makdis, atau Masjidil Haram
ialah mengingatkan keimanan kepada Allah dan berbuat segala kebaikan
sebagaimana diuraikan dalam ayat ini. Amal shaleh itulah yang menetukan
apakah seseorang benar imannya dan bertakwa kepada tuhannya. Tujuan
ibadah ialah memantapkan iman kepada Allah dan meningkatkan amal bakti
kepada masyarakat Iman dan amal shaleh berjalin berkulindan, tidak
dipisahkan. Iman tanpa amal tidak berarti. Amal tanpa iman tidak diberkati.
110 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 1999
Dalam bukunya ini , Umar Chapra (dengan kata lain) ingin menegaskan (dengan
membuat pemaparan cukup komprehensif terutama atas dasar dan dengan
landasan filosofis dan teoritis), bahwa ummat Islam tidak usah berpaling ke Timur
atau ke Barat dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi. Tetapi
berpaling pada Islam. Beliau mengamati baahwa banyak negara-negara Islam atau yang
berpenduduk mayoritas Islam telah mengambil pendekatan pembangunan ekonomi dari
Barat dan Timur, dengan menerapkan sistem kapitalis, sosialis atau negara kesejahteraan.
Beliau menekankan bahwa selama negara-negara Muslim terus menggunakan strategi
kapitalis dan sosialis, mereka tidak akan mampu, berbuat melebihi negara-negara kapitalis
dan sosialis, mencegah penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan dengan demikian akan ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk
merealisasikan maqashid meskipun terjadi pertumbuhan kekayaan (hal. 304).
Dalam kesimpulannya beliau menggambarkan betapa kapitalisme tidak mempunyai
pilihan selain bersandar sepenuhnya kepada harga dan keuntungan pribadi untuk
memberikan mekanisme filter dan daya motivasi untuk menyeimbangkan permintaaan dan
penawaran agregat dan mewujudkan efisiensi dan keadilan dalam alokasi sumber-sumber
daya. Penggunaan mekanisme harga sebagai satu-satunya strategi untuk alokasi sumbersumber
melindungi kebebasan individu tetapi menghalangi realisasi efisiensi dan keadilan,
kecuali jika kondisi-kondisi dasar tertentu termasuk distribusi pendapatan dan kekayaan
yang seimbang dan persaingan sempurna, dipenuhi. Kemampuan orang kaya untuk
membayar harga memungkinkan mereka untuk memproleh apa saja yang mereka kehendaki
, orang miskin semakin tertekan, sebab pendapatan mereka sudah tidak mencukupi ,itu
tidak juga meningkat sesuai dengan kenaikan harga. Dengan demikian , mereka semakin
terperangkap dalam lingkaran setan kemiskinan dan kerugian (hal. 370).
Beliau juga menggambarkan betapa sosialisme dengan kinerja perencanaan ekonomi
terpusat ternyata tidak lebih baik. Penghapusan motif laba dan pemilikan pribadi membunuh
inisiatif motivasi dan kreativitas individu dalam sebuah masyarakat dengan suatu perspektif
kehidupan dunia yang pendek. Perencanaan terpusat dan kolektivitas juga tidak berhasil
meningkatkan keadilan – malah mengarah pada pemusatan kekuasaan di tangan sejumlah
kecil anggota politbiro —, yang kenyataannya lebih buruk ketimbang kapitalisme
monopolistik yang meskipun telah menyebabkan pemusatan kekayaan dan kekuasaan, tidak
mungkin terjadi suatu pemusatan kekuasaan sebesar semacam itu karena adanya proses
pembuatan keputusan yang terdesentralisir yang biasanya dipunyai oleh pasar. Mekanisme
filter yang digunakan dalam hal ini adalah prilaku dari anggota polit biro yang sangat
berkuasa ( hal. 372). Sementara itu konsep Negara Sejahtera , yang mencoba menggabungkan
mekanisme harga dengan sejumlah perangkat lainnya. Terutama pembiayaan kesejahteraan
oleh negara untuk menjamin keadilan, pada mulanya menimbulkan sebuah euphoria –
Islam dan Tantangan Ekonomi 111
sebuah rasa bahwa masalah alokasi dan distribusi telah diatasi secara ideal—, tetapi yang
ternyata tidak. Penambahan pengeluaran untuk sektor publik tidak dibarengi dengan suatu
pengurangan ganti rugi dalam klaim-klaim lain atas sumber-sumber, dengan defisit anggaran
yang membengkak meskipun telah ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu
menimbulkan pemakaian sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan ketidak
seimbangan internal dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan tetap berlanjut
dan bahkan semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak terpenuhi. Ketidakadilan justru
semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara Sejahtera adalah bagaimana
menghapuskan ketidakseimbangan yang diciptakannya. Sistim ini tidak memiliki mekanisme
filter yang disepakati selain harga untuk mengatur permintaan secara agregat, dan ia hanya
bersandar sepenuhnya kepada mekanisme pasar untuk menghapuskan ketidak seimbangan
yang ada (hal. 373-374). Umer Chapra tidak terhindarkan untuk menyimpulkan bahwa
ketiga sistim yang ada tersebut diatas tidak dapat berperan sebagai model bagi negaranegara
Muslim (hal. 374). Meskipun demikian, hingga sekarang, sejumlah negara Islam
berusaha dan masih mendasarkan diri pada cita-cita kapitalis, sosialis dan negara sejahtera
(seperti misalnya Iraq. Syria. Aldjazair dan Yaman Selatan dengan pendekatan Sosialis).
Alternatif Islam
Islam , diuraikan oleh Umer Chapra, merumuskan suatu sistim ekonomi yang berbeda
sama sekali dari sistim-sistim yang berlaku. Ia memiliki akar dalam Syariáh yang menjadi
sumber pandangan dunia sekaligus tujuan-tujuan dan strateginya. Berbeda dengan sistimsistim
dunia yang berlaku saat ini, tujuan-tujuan Islam (MAQASHID ASY_SYARIÄH) adalah
bukan semata-mata bersifat materi, tetapi didasarkan pada konsep-konsepnya sendiri
mengenai kesejahteraan manusia (FALAH) dan kehidupan yang baik (HAYAT
THAYYIBAH), yang memberikan nilai sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan
sosio-ekonomi dan menuntut suatu kepuasan yang seimbang, baik dalam kebutuhankebutuhan
materi maupn rohani dari seluruh ummat manusia )hal. 8). Seperti dikutipkan di
dalam ayat pada awal cuplikan ini, dalam ekonomi Islam terjadi penyuntikan dimensi iman
dalam semua keputusan manusia tanpa memandang apakah keputusan-keputusan itu
berkaitan dengan urusan rumah tangga, badang usaha, pasar, atau politbiro yang akan
merealisasikan efisiensi dan keadilan dalam hal alokasi dan distribusi sumber daya, untuk
mengurangi ketidakseimbangan ketidakstabilan perekonomian secara makro, atau untuk
mengatasi kejahatan, percekcokan, ketegangan dan berbagai gejala anomi yang berbeda
(hal.10). Oleh karena itu Islam tidak sejalan dengan Kapitalisme yang merupakan sebuah
sistem yang memberikan nilai tertinggi pada kebebasan tak terbatas untuk memungkinkan
individu mengejar kepentingannya sendiri dan untuk memaksimalkan kekayaan dan
memuaskan keinginannya(hal. 37). Islam juga tidak sejalan dengan paham ekonomi sosialis
112 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 1999
yang menganggap pemilikan pribadi dan sistim upah sebagai sumber kejahatan dan
menekankan bahwa keadilan tidak dapat diberikan kepada si miskin tanpa mensosialisasikan
pemilikan pribadi dalam berbagai tingkatan. Mereka merasa demokrasi sekalipun tidak
dapat dijalankan secara efektif selama masih ada ketidakmerataan dan kepentingankepentingan
istimewa(hal. 76). Di dalam Islam, di dalam hal kepemilikan pribadi, Rasulullah
Muhammad SAW telah menyatakan kesucian hak milik pribadi, tetapi kesucian ini berada
dalam posisi manusia sebagai khalifah Allah (Äjaran Nabi Muhammad SAW tentang
Ekonomi”, Muhammad Akram Khan, hal. 10). Di dalam ajaran Islam untuk menciptakan
suatu keseimbangan antara -sumber-sumber daya yang langka dn pemakaian-pemakaian
atasnya dengan suatu cara yang dapat mewujudkan baik efiseinsi maupun keadilan , adalah
dengan memusatkan perhatian keapda manusia itu sendiri dan bukannya pada pasar atau
negara. Manusia merupakan unsur yang hidup dan yang sangat diperlukan sebagai dasar
dari sebuah sistim ekonomi(hal. 216). Islam didasarkan pada tiga prinsip pokok yaitu :
tauhid, khilafah dan adalah (keadilan), yang jelas pula merupakan sumber utama dari
maqasyid dan strategi ekonomi Islam (hal. 218). Batu fondasi kepercayaan Islam adalah
Tauhid. Bahwa alam teralih dirancang dengan sadar dan diciptakan oleh Wujud Tertinggi,
Yang Esa dan tidak ada yang menyamai-Nya, bukan terjadi secara kebetulan. Dia terlibat
secara aktif dalam hukum-hukum Alam. Segala sesuatu yang diciptakannya mempunyai
tujuan. Tujuan inilah yang menjadikan wujudnya Alam ini dimana manusia adalah bagian
darinya, berarti penting. Dan manusia adalah khalifah Tuhan di bumi, dan telah diberkahi
dengan semua kelengkapannya. Konsep khalifah ini memiliki sejumlah implikasi, atau akibat
yang wajar, yatu: persaudaraan universal , sumber-sumber daya adalah amanat, gaya hidup
sederhana dan kebebasan manusia (hal. 225-228). Dalam hal Ádalah (keadilan), Islam
berpandangan bahwa tanpa disertai keadilan sosial ekonomi, persaudaraan ,yang
merupakan satu bagian integral dari konsep tauhid dan khilafah, akan tetap menjadi sebuah
konsep yang berlubang yang tidak memiliki substansi. Keadilan adalah sebuah ramuan
sangat penting dari maqashid, sulit untuk dapat memahami sebuah masyarakat Muslim
yang ideal tanpa adanya keadilan di situ. Islam benar-benar tegas dalam tujuannya untuk
membasmi semua jejak kezaliman dan masyarakat manusia. Kezaliman adalah sebuah istilah
menyeluruh yang mencakup semua bentuk ketidakadilan , eksploitasi, penindasan dn
kemungkaran , dimana seseorang mencabut hak-hak orang lain atau tidak memenuhi
kewajiban kepada mereka. Penegakan keadilann dan pembasmian semua bentuk
ketidakadilan telah ditekankan oleh Al Qurán sebagai misi utama dari semua Nabi yang
diutus Tuhan (hal. 229). Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan
menuntut agar semua sumber daya yang tersedia bagi ummat manusia, amanat suci dari
Tuhan digunakan untuk mewujudkan maqahid asy-Syariah, empat diantaranya cukup
penting, yakni: pemenuhan kebutuhan, penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik,
Islam dan Tantangan Ekonomi 113
distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan pertumbuhan dan stabilitas. Tidak seperti
kapitalisme dan sosialisme, tujuan-tujuan islam adalah suatu hasil mutlak dn logis dari
filsafat yang mendasarinya. Untuk masyarakat Muslim mewujudkan tujuan-tujuannya,
diperlukan suatu strategi yang juga merupakan hasil logis dari filsafat yang mendasarinya.
Strategi ini meliputi regorganisasi seluruh sistim ekonomi dengan empat unsur penting
yang saling mendukung, yaitu: (1) suatu mekanisme filter yang disepakati masyarakat, yaitu
Moral, dengan mengubah skala preferensi individu sesuai dengan tuntutan khilafah dan
adalah, (2) suatu sistim motivasi yang kuat untuk mendorong individu agar berbuat sebaikbaiknya
bagi kepentingannya sendiri dan masyarakat, dengan dasar pertanggung jawaban
kepada Tuhan dan Hari Akhir (3) restrukturisasi seluruh ekonomi, dengan tujuan
mewujudkan maqashid meskipun sumber-sumber yang ada itu langka; dengan dasar
lingkungan sosial yang kondusif untuk menaati aturan-aturan pengamatan dengan tidak
mengizinkan pemilikan materi dan konsumsi yang mencolok sebagai sumber pretise, dan
(4) suatu peran pemerintah yang berorientasi tujuan yang positif dan kuat.
Kesimpulan
Umer Chapra telah dengan baik menguraikan dengan singkat tetapi jelas dan dengan
referensi cukup tentang ekonomi kapitalis, sosialis dan negara sejahtera dan kelemahankelemahannnya
, serta dengan baik pula menguraikan tentang alternatif lain: Ekonomi Islam.
Namun , buku ini lebih pada penguraian bersifat filosofis dasar dan pandangan dasar,
belum memberikan pandangan-pandangan yang bersifat teknis pragmatis atas pelaksanaan
Ekonomi Islam. Bagaimanapun tulisan ini merupakan sebuah khazanah yang tidak ternilai,
yang dapat dijadikan pegangan dasar dalam pengembangan sistim Ekonomi Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar