Sabtu, 04 Februari 2012

Gadai Syariah


Gadai yang dapat diartikan sebagai menerima sejumlah uang dengan menangguhkan barang bernilai sebagai jaminan. Inilah perbedaan mendasar antara gadai dengan prinsip bunga dengan gadai dengan prinsip syariah. Pada gadai konvensional, uang yang diberikan dari perusahaan pegadaian kepada nasabah berbentuk utang yang harus dilunasi pokoknya dan dibayarkan bunganya jika hendak menebus barang gadaiannya. Padahal sudah kita ketahui bahwa agama rahmatan lil 'alamin ini mengharamkan bunga karna riba.

Sedangkan, prinsip yang digunakan oleh perusahaan gadai yang menggunakan prinsip syariah adalah uang yang diberikan perusahaan gadai kepada nasabah adalah representasi dari barang yang dijadikan jaminan dan untuk menebus barang yang telah digadaikan oleh nasabah, nasabah harus membayar pokok uang senilai dengan uang  yang diberikan perusahaan gadai kepada nasabah diwaktu yang lalu. Tetapi, perusahaan gadai boleh meminta ujroh atas biaya yang telah dikeluarkannya untuk memelihara barang gadaian dan atau menyewa tempat yang digunakan untuk menyimpan barang gadai.

Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang menggadaikan kambingnya, bolehkah kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasullullah mengizinkan kita mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan.


Pada prinsipnya adanya gadai ini adalah untuk memudahkan pemenuhan akan uang cair serta membantu orang yang terdesak akan kebutuhan uang tunai. Namun, pada prakteknya, dewasa ini kegiatan gadai (khususnya gadai emas) banyak disalahgunakan. Pada teorinya adanya kegiatan gadai ini adalah untuk membantu orang yang tidak punya uang untuk mendapatkan uang dengan cepat dengan cara menangguhkan barang berharga yang dimilikinya, namun kini gadai justru menjadi lahan menganakkan uang oleh orang-orang yang beruang.


Teknisnya adalah, mereka yang mempunyai barang, kita contohkan emas, senilai 100gr misalnya, menggadaikan emasnya lalu mendapat uang sekitar 80% dari nilai tunai emas itu, misal dari 100gr emas dengan Rp. 500.000,-/gr ia mendapatkan uang Rp. 40 juta, dengan uang Rp. 40 juta itu dibelikan lagi emas 80 gr, lalu emas 80gr itu digadaikan lagi dan mendapat uang Rp. 30 juta, uang itu dibelikan emas lagi 60 gr lalu digadaikan lagi, mendapat uang dibelikan emas lagi digadaikan lagi, mendapat uang dibelikan emas lagi digadaikan lagi, begitu seterusnya. Sampai pada ketika emas naik harganya emas yang telah digadaikan ditebus secara berkala seperti saat menggadaikannya, setlah ditebus dijual mendapatkan uang, ditebus dijual, mendapatkan uang, ditebus lagi dan dijual lagi mendapatkan uang lagi, seterusnya hingga emas yang digadaikannya lunas tertebus semua dan dijual sehingga orang tersebut mendapatkan sejumlah uang selisih dari penjualan emas-emas yang ia miliki dengan membayar pokok ke pegadaian dan membayar ujrohnya.


Bila seperti itu keadaannya lalu apa bedanya dengan spekulasi dipasar modal oleh konvensional???


Siapa yang bertanggung jawab atas hal seperti ini??
Semua Pihak, begitu juga dengan saya dan pembaca.


Semoga RUH ekonomi syariah benar-benar merasuk dalam raga Lembaga Keuangan Syariah.


Wallahu'alam bishawab.
Semoga Allah mengampuni kekhilafan hamba-Nya yang bertobat dan memberi kesempatan untuk memperbaikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar